Kamis, 15 Maret 2012

70 hukum-hukum dalam puasa



DAFTAR ISI

Pengantar
2
Definisi puasa
3
Hukum puasa
3
Keutamaan puasa
3
Manfaat puasa
5
Adab dan sunnah puasa
5
Yang semestinya dilakukan pada bulan Ramadhan

7
Hukum hukum puasa
8
Penetapan masuk bulan Ramadhan
9
Siapa yang wajib berpuasa ?
9
Puasa orang musafir
11
Puasa orang sakit
14
Puasa orang tua renta dan lemah
16
Niat puasa
18
Berbuka dan Imsak (mulai berpuasa)
20
Yang membatalkan puasa
21
Hukum hukum puasa terkait perempuan
27


بسم الله الرحمن الرحيم


Segala puji bagi Allah,  kita memuji-Nya, memohon pertolongan serta ampunan-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa dan keburukan amal kita, barang siapa yang Allah berikan hidayah-Nya maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan barang siapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang bisa menunjukinya, Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, Ia Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Allah telah memberikan karunia kepada hamba-Nya dengan menciptakan musim musim kebaikan, yang  padanya pahala dilipatgandakan, kesalahan dihapus, derajat ditinggikan.
Di antara musim kebaikan ini adalah bulan Ramadhan, pada bulan ini Allah mewajibkan puasa kepada hamba-Nya, mensugesti untuk berbuat kebajikan, serta mensyukurinya.
Karena ibadah pada bulan ini sangat agung, maka semestinya kita mempelajari hukum hukum yang terkait dengan bulan puasa ini.
Risalah singkat ini adalah intisari hukum hukum seputar puasa, adab dan sunnah sunnahnya.
? Definisi Puasa

(1) Shaum (puasa) menurut bahasa adalah menahan diri, sedang menurut istilah Syara’ adalah menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari dengan disertai niat.


? Hukum puasa

(2) Ummat telah Ijma’ (konsensus) bahwa puasa bulan Ramadhan adalah wajib, dan siapa yang dengan sengaja tidak berpuasa pada bulan Ramadhan walau sehari, maka ia telah melakukan dosa besar.


? Keutamaan puasa

(3) Di antara keutamaan puasa : 1. Allah mengkhususkan puasa untuk diriNya 2. Allah memberikan ganjaran tak terhingga untuk yang melaksanakannya  3. Doa orang yang berpuasa tidak ditolak 3. Orang yang berpuasa diberi dua kebahagiaan 4. Puasa akan memberikan syafaat bagi pelakunya kelak di hari kiamat 5. Bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari bau kesturi 6. Puasa itu perisai dan benteng yang kokoh dari azab neraka 7. Dengan berpuasa sehari di jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajah seseorang yang berpuasa dari neraka sejauh (perjalanan) tujuh puluh tahun 8. Di surga ada pintu bernama Ar-Rayyan, hanya orang orang yang berpuasa yang masuk surga melalui pintu ini, tidak yang lain.
Keutamaan khusus puasa Ramadhan: 1. Salah satu Rukun Islam 2. Padanya Al-Quran diturunkan 3. Padanya ada malam yang lebih utama dari seribu bulan 4. Bila Ramadhan tiba, pintu pintu surga dibuka, pintu pintu neraka ditutup, setan setan dibelenggu 5. Puasa Ramadhan bernilai puasa sepuluh bulan.



? Manfaat puasa

(4) Hikmah dan manfaat puasa sangatlah banyak: 1.Yang paling utama adalah agar menggapai ketakwaan kepada Allah 2. Mengusir setan, mengarahkan nafsu syahwat dan menjaga kemaluan 3. Melatih jiwa untuk menghindari hawa nafsu dan menjauhi maksiat 4. Melatih kedisiplinan 5. Syiar persatuan kaum Muslimin.


 ? Adab dan sunnah puasa

(5) Adab dan sunnah puasa, ada yang wajib dan sunnat, di antaranya:
v  Makan sahur dan mengakhirkannya.
v  Menyegerakan berbuka puasa. Berdasarkan sabda Rasulullah: “Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa”. Rasulullah berbuka puasa sebelum melakukan shalat dengan menyantap ruthab (korma muda), bila tidak dengan ruthab maka dengan tamr (korma kering), bila tidak maka dengan air minum, dan beliau berdoa setelah berbuka puasa:

    ذَهَبَ الظَّمَأُ وَ ابْتَلَّتِ اْلعُرُوْقُ وَ ثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ

Telah hilang rasa dahaga, urat-urat telah basah, dan insyaAllah pahala telah tetap/tercapai
                      
v  Menjauhi perbuatan rafats (terjatuh pada maksiat)
v  Di antara yang menghilangkan kebaikan dan mengundang keburukan saat berpuasa adalah sibuk dengan acara acara seperti cerdas cermat, sinetron, film film, pertandingan, ngobrol tak berarti, dan nganggur di jalan jalan.
v  Tidak makan banyak. Karena sabda Rasulullah: ”Tidak ada wadah yang paling bahaya yang diisi oleh anak Adam selain perut… “.
v  Berderma dengan ilmu, harta, pengaruh, fisik,       maupun perilaku. Rasulullah sangat dermawan dengan kebaikan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan.



? Yang semestinya dilakukan
 pada bulan Ramadhan

v  Mengkondisikan suasana dan jiwa untuk melakukan ibadah.
v  Bersegera taubat dan kembali kepada Allah.
v  Gembira dengan masuknya bulan Ramadhan.
v  Berpuasa yang baik dan sempurna.
v  Khusyu saat melakukan shalat tarawih.
v  Tidak lemah dan malas pada sepuluh hari         pertengahan.
v  Berusaha mendapatkan malam qadar (lailatul qadr) dan menghidupkannya dengan ibadah.
v  Memperbanyak sedekah.
v  Melakukan  I’tikaf.



? Hukum hukum puasa

(6) Di antara puasa yang disyariatkan ada yang harus dilaksanakan secara berurutan seperti puasa Ramadhan, puasa kaffarat (sangsi) pembunuhan secara tidak sengaja, puasa kaffarat karena bersetubuh pada siang hari Ramadhan dan lain lain. Ada pula puasa yang boleh dikerjakan tidak berurutan seperti puasa qadha’ Ramadhan, puasa sepuluh hari bagi yang tidak membayar hadyu (sesembelihan karena berhaji tamattu’), dan lain lain.
(7) Puasa sunnat menambal kekurangan puasa wajib.
(8) Ada larangan (dari hadits) melakukan puasa pada hari Jumat saja, dan hari sabtu saja kecuali kalau puasa wajib, juga dilarang puasa sepanjang tahun, menyambung puasa (siang lanjut ke malam), dan diharamkan berpuasa pada dua hari raya.


? Penetapan masuk bulan    Ramadhan

(9) Penetapan masuknya bulan Ramadhan adalah dengan ru’yah hilal (melihat bulan sabit Ramadhan), atau dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban. Sedang mengandalkan hisab (penghitungan bulan) untuk menentukan masuknya Ramadhan adalah perkara yang diada-adakan.
   

? Siapa yang wajib puasa?

(10) Puasa wajib atas setiap Muslim yang baligh, berakal (tidak gila), muqim (tidak musafir), mampu (tidak sakit/lemah), dan tidak sedang berhalangan seperti haidh dan nifas.
(11) Anak anak disuruh berpuasa bila telah berumur tujuh tahun. Sebagian Ulama menyebutkan bahwa anak boleh dipukul karena tidak berpuasa bila telah berumur sepuluh tahun seperti halnya bila meninggalkan shalat.
(12) Bila seorang kafir masuk Islam, atau seorang anak baligh, atau seorang yang gila sadar pada siang hari Ramadhan, maka mereka harus menahan diri (dari yang membatalkan puasa) pada sisa hari itu, namun ia tidak wajib mengqadha’ puasa hari itu maupun hari hari sebelumnya.
(13) Seorang yang gila tidak diwajibkan berpuasa. bila terkadang gila dan terkadang sadar, maka dia harus berpuasa pada saat ia sadar. Begitu pula halnya dengan orang yang pingsan.
(14) Seorang yang meninggal pada pertengahan Ramadhan tidak wajib atasnya maupun atas keluarganya kewajiban apapun (seperti fidyah atau yang lainnya) pada sisa hari Ramadhan. 
(15) Seorang yang tidak tahu kewajiban berpuasa Ramadhan, atau tidak tahu kalau makan atau berhubungan dengan isteri itu diharamkan bagi orang yang berpuasa, maka Jumhur Ulama memandang ia dimaafkan bila kondisinya memang benar benar tidak tahu dan tidak ada tempat bertanya atau tidak tinggal di tengah tengah kaum Muslimin, namun bila dia berada di tengah tengah kaum Muslimin dan memungkinkan baginya untuk bertanya maka ia tidak dimaafkan (artinya puasanya batal dan wajib mengqadha’)


? Puasa musafir

 (16) Seseoarang yang musafir boleh berbuka (tidak berpuasa) dengan syarat: 1. Perjalanannya sejauh jarak dibolehkannya berbuka (80 km lebih) atau disebut musafir menurut ‘Urf (kebiasaan masyarakat) 2. Sudah keluar dari daerah tempat tinggalnya dan bangunan yang bersambung dengan bangunan daerah tersebut 3. Perjalanannya bukan perjalanan maksiat (menurut jumhur ulama) 4. Tidak bermaksud dengan perjalanannya itu untuk membolehkan berbuka.
(17) Para ulama sepakat bahwa orang yang musafir boleh tidak puasa (dengan menggantinya di luar Ramadhan), baik ia mampu berpuasa atau tidak, baik berat baginya berpuasa atau ringan.
(18) Seseorang yang berazam (berniat dengan kuat) akan melakukan perjalanan, maka ia tidak berniat memutuskan puasanya kecuali setelah ia melakukan perjalanannya, dan ia tidak memutuskan puasanya kecuali setelah ia keluar dari daerahnya dan berpisah dengan bangunan yang bersambung dengan daerahnya tersebut.
(19) Bila matahari telah terbenam lalu seseorang berbuka puasa, namun kemudian ia naik pesawat terbang dan ia melihat matahari, maka tidak wajib baginya imsak (menahan diri dari hal hal yang membatalkan puasa), karena ia telah menyempurnakan puasa hari itu.
(20) Seseorang musafir yang telah sampai pada daerah tujuannya dan berniat muqim (menetap) padanya lebih dari empat hari, maka ia wajib berpuasa menurut jumhur ulama.
(21) Seseorang yang memulai puasanya saat ia muqim, lalu musafir pada siang hari, maka ia boleh memutuskan puasanya.
(22) Boleh berbuka puasa (tidak berpuasa) orang yang karena profesi atau pekerjaannya  selalu dalam keadaan musafir bila ia memiliki tempat kembali (tempat tinggal) yang tetap,  seperti tukang post, sopir taksi atau bus antar kota, para pilot dan pegawai, sekalipun mereka musafir setiap hari, dan wajib bagi mereka mengqadha’ puasa yang ditinggalkan, begitu pula halnya dengan nakoda dan awak kapal laut bila mereka memiliki tempat kembali yang tetap di daratan.
(23) Bila seorang yang musafir tiba di rumahnya pada siang hari, maka sebaiknya ia menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa pada sisa hari itu demi kehormatan bulan Ramadhan, namun ia wajib mengqadha’ puasanya baik dia menahan diri atau tidak.
(24) Bila seseorang memulai bepuasa di suatu tempat, kemudian ia musafir ke daerah yang penduduknya sudah mulai berpuasa sebelum atau sesudahnya, maka ia mengikuti penduduk daerah yang ia datangi tersebut.



? Puasa orang sakit

(25) Segala kondisi sakit yang karenanya seseorang disebut tidak sehat secara fisik, maka ia boleh tidak berpuasa   karenanya. Sedang sakit ringan seperti batuk, sakit kepala maka tidak boleh meninggalkan puasa karenanya. Bila menurut dokter atau berdasarkan pengetahuan seseorang yang karena kebiasaan dan pengalaman, atau menurut perkiraan yang kuat bahwa puasa bisa menyebabkan ia sakit, atau memperparah sakitnya, atau melambatkan kesembuhannya, maka ia boleh berbuka puasa, bahkan makruh baginya berpuasa.
(26) Bila puasa menyebabkan seseorang pingsan, maka  ia berbuka puasa dan mengqadha’nya, bila seseorang pingsan pada pertengahan hari, lalu sadar sebelum tenggelam matahari atau setelahnya, maka puasanya sah selama ia berpuasa sejak pagi hari. Bila ia tidak sadarkan diri sejak fajar hingga magrib, maka menurut Jumhur Ulama bahwa puasanya tidak sah. Mengqadha’ puasa bagi orang yang pingsan adalah wajib hukumnya menurut Jumhur ulama, seberapapun lama masa pingsannya.
(27) Siapa yang sangat lelah berpuasa karena rasa lapar atau rasa haus yang sangat, hingga khawatir nyawanya terancam atau hilang salah satu inderanya, maka ia boleh berbuka dan mengadha’ puasa hari itu. Para pekerja / yang berpropesi berat tidak boleh memutuskan puasa, namun jika mudarat baginya meninggalkan pekerjaan/profesinya dan khawatir nyawanya terancam pada siang hari saat ia berpuasa tersebut, maka ia boleh berbuka dan mengqadha’nya. Ujian sekolah bagi para siswa tidaklah menjadi alasan untuk memutuskan puasa pada siang hari Ramadhan.
(28) Seorang yang mengidap penyakit yang tidak akut namun ada harapan sembuh, maka ia menunggu sampai sembuh lalu mengqadha’ puasa yang ia tinggalkan; dan tidak mencukupi baginya ith’am (memberi makan satu orang miskin untuk satu hari yang ditingalkan sebagai pengganti puasa). Sedang orang yang mengidap penyakit akut dan orang tua renta dan lemah, maka mereka boleh tidak puasa dan mengganti satu hari yang ditinggalkan dengan seukuran setengah sha’ (menurut Imam Malik, Syafii dan Auzai ¼ Sha’ = 1 mud) dari bahan makanan pokok di tempatnya ( 1 sha’ = 2172 gram, maka ½ sha’ = 1086 gram, sebagian ulama memandang 1 sha’ = 2500 gram, berarti ½ sha’ = 1250 gram; pent.)
(29) Seseorang yang sakit lalu sembuh, dan ia berkesempatan untuk mengadha’ lalu ia tidak mengadha’ hingga meninggal dunia, maka dikeluarkan dari hartanya untuk memberi makan orang miskin setengah sha’ untuk satu hari. Namun bila ada salah seorang anggota keluarganya mau menggantikan qadha’ puasanya maka boleh.



? Puasa orang tua renta
 dan lemah

(30) Orang tua renta dan jompo yang sudah tidak memiliki kekuatan sama sekali tidak wajib bagi mereka berpuasa, boleh bagi mereka meninggalkan puasa selama puasa sangat melelahkan bagi mereka dan sangat sulit mereka lakukan. Sedang orang yang sudah pikun dan sudah tidak mumayyiz lagi maka tidak wajib atasnya puasa, juga tidak ada kewajiban apapun atas keluarganya karena taklif (kewajiban syara’) sudah gugur darinya.
(31) Seseorang yang memerangi musuh, atau daerahnya dikepung musuh dan bila ia berpuasa akan melemahkannya dari berperang, maka ia boleh berbuka sekalipun ia tidak musafir, begitu pula bila ia butuh untuk berbuka sebelum berperang ia boleh melakukannya.
(32) Siapa yang sebab berbukanya adalah sebab yang nyata seperti sakit, maka tidak mengapa ia berbuka secara nyata dan terang terangan, dan seseorang yang sebab berbukanya tidak nyata seperti haidh maka sebaiknya dia berbuka secara sembunyi untuk menghindari tuduhan negatif.



? Niat puasa

(33) Disyaratkan niat pada puasa fardhu (seperti puasa Ramadhan),  begitu pula pada puasa wajib seperti puasa qadha’ dan kaffarat. Niat boleh pada semua bagian malam sekalipun sesaat sebelum fajar. Niat itu adalah azam (keinginan kuat hati)  melakukan suatu perbuatan. Melafazkannya adalah perkara yang diada-adakan. Seseorang yang berpuasa Ramadhan tidak perlu memperbarui niat setiap malam Ramadhan, namun cukup berniat puasa pada awal Ramadhan.
(34) Puasa sunnat mutlak tidak disyaratkan niat pada malam hari, sedang puasa sunnat tertentu (seperti puasa 6 hari syawal, senin, kamis dll) maka sebaiknya berniat pada malam hari.
(35) Seseorang yang mulai melakukan puasa wajib seperti puasa Qadha’, nazar dan kaffarat maka ia harus menyempurnakannya, dan tidak boleh dibatalkan tanpa uzur, sedang seorang yang puasa sunnat boleh memilih, terserah dia mau lanjutkan puasa atau membatalkannya sekalipun tanpa uzur, karena dia adalah amir (yang bertanggung jawab) terhadap dirinya.
(36) Barang siapa yang tidak mengetahui masuknya bulan Ramadhan kecuali setelah terbit fajar, maka dia wajib menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa pada sisa harinya, dan wajib baginya mengqadha’ menurut jumhur ulama.
(37) Seseorang yang dipenjara atau ditawan, bila mengetahui masuknya bulan puasa baik dengan melihat atau diinformasikan oleh seseorang yang terpercaya, maka wajib baginya berpuasa, kalau tidak ada informasi maka dia berijtihad dan melakukan yang yang lebih  kuat menurut dugaannya.



? Berbuka dan Imsak
   (mulai berpuasa)

(38)  Bila matahari telah terbenam maka saat itulah waktu berbuka bagi orang yang berpuasa, dan tidak jadi ukuran cahaya merah yang masih nampak di ufuk.
(39) Bila fajar (shadiq) telah terbit, maka wajib bagi orang  yang hendak puasa menahan diri (dari segala yang membatalkan puasa) seketika, baik dia mendengar azan atau tidak,  adapun  menahan diri (imsak) beberapa menit sebelum terbit fajar seperti 10 menit misalnya dengan maksud  ihtiyath (kehati-hatian), adalah perkara yang  tidak ada dasarnya.
(40)  Negeri yang siang dan malamnya sepanjang 24 jam, tetap wajib bagi penduduk muslim negeri tersebut berpuasa sekalipun siangnya panjang. (sebagian ulama memandang mereka memperkirakan lama waktu siang lumrahnya lalu berbuka sekalipun masih siang, berdasarkan hadits tentang masa dajjal di muka bumi).


? Yang membatalkan puasa

(41) Hal hal yang membatalkan puasa selain haidh dan nifas, tidak dikatakan membatalkan puasa kecuali dengan tiga syarat:
  1. Si pelaku mengetahui hukum, tidak jahil.
  2. Ingat/sengaja, tidak lupa.
  3. Keinginan sendiri, tidak terpaksa.
Di antara hal yang membatalkan puasa adalah: 1.makan minum 2. bersetubuh 3. muntah dengan sengaja 4. berbekam.
(42) Di antara yang membatalkan puasa juga adalah hal hal yang semakna dengan makan dan minum, seperti obat obatan atau serbuk yang ditelan melalui mulut, suntikan yang mengenyangkan, begitu juga transfusi darah. Adapun suntikan yang bukan pengganti makan dan minum namun untuk pengobatan, maka tidak mempengaruhi puasa, begitu pula dengan pencucian ginjal tidak membatalkan puasa. Sedang suntikan pada urat/otot, obat tetes mata dan telinga, mencabut gigi, mengobati luka, semua hal ini menurut pendapat yang lebih kuat adalah tidak membatalkan puasa. Semprotan ke mulut bagi penderita penyakit sesak  nafas tidak membatalkan puasa. Begitu pula mengambil darah untuk  didiagnosa tidak membatalkan puasa, obat tenggorokan asal tidak ditelan juga tidak membatalkan. Orang yang menambal giginya lalu merasakan rasa mint (sejuk) atau lainnya pada tenggorokannya, hal itu tidak mempengaruhi puasanya.
(43) Barangsiapa makan atau minum dengan sengaja pada siang hari bulan Ramadhan tanpa uzur (alasan yang dibenarkan syara’) maka dia telah berbuat dosa besar, ia harus tobat dan mengqadha' (mengganti) puasanya.
(44) Jika seseorang lupa lalu makan dan minum maka hendaknya ia tetap melanjutkan puasanya, karena itu merupakan karunia dari Allah. Jika melihat orang lain makan dan minum karena lupa maka ia harus mengingatkannya.
(45) Seseorang yang butuh memutuskan puasanya karena menolong orang  yang hendak meninggal (karena tenggelam atau kebakaran misalnya) ia boleh berbuka dan mengqadha' puasanya.
(46) Barangsiapa yang wajib atasnya puasa (tidak sedang musafir atau sakit misalnya) menyetubuhi isterinya pada siang hari Ramadhan dengan sengaja dan tanpa dipaksa maka dia telah merusak puasanya. Ia wajib bertobat dan melanjutkan puasanya pada hari itu serta wajib mengqadha' dan membayar kaffarat mughallazhah (denda berat). Dan hal yang sama juga berlaku hukumnya pada orang yang berzina, melakukan homoseksual atau menyetubuhi binatang.
(47) Jika seseorang berkeinginan menyetubuhi isterinya lalu berbuka terlebih dahulu dengan makan atau minum maka dosanya lebih besar, dan dia telah mencemarkan kesucian Ramadhan dua kali, yakni dengan makan dan bersetubuh.
(48) Seorang suami dibolehkan mencium, bermesraan, berpelukan, bersentuhan dan memandang berkali-kali terhadap isterinya, jika ia bisa mengendalikan nafsunya, namun jika ia orang yang mudah terangsang birahinya dan tidak bisa bisa menahan dirinya  maka hal itu tidak boleh baginya.
 (49) Jika ia sedang menyetubuhi isterinya tiba-tiba terbit fajar (terdengar adzan) maka ia harus segera menyudahinya. Puasanya tetap sah, meskipun ia mengeluarkan mani setelah menyudahinya. Jika ia masih tetap melanjutkannya padahal fajar telah terbit maka puasanya batal, dan karenanya ia wajib bertaubat, mengqadha' puasanya dan membayar kaffarat mughallazhah.
(50) Jika seseorang dalam keadaan junub pada pagi hari, maka hal itu tidak membatalkan puasanya. Ia boleh mengakhirkan mandi junub, atau mandi bersih dari haidh atau nifas setelah terbit fajar, tetapi ia harus bersegera agar segera melaksanakan shalat Shubuh.
(51) Jika orang yang puasa mimpi basah hingga mengeluarkan mani pada siang hari Ramadhan, maka hal itu tidak membatalkan puasanya menurut ijma' (kesepakatan) para ulama, dan ia tetap wajib melanjutkan puasanya.
(52) Barangsiapa yang mengeluarkan mani pada siang hari bulan Ramadhan dengan sesuatu yang mungkin dihindari, seperti menyentuh atau memandang berulang-ulang maka ia wajib bertobat kepada Allah dan menahan diri dari makan dan minum pada sisa hari itu, dan ia wajib mengqadha’nya pada hari lain.
(53) Seseorang yang muntah tanpa sengaja puasanya tidak batal, tetapi barangsiapa muntah dengan sengaja maka puasanya batal dan ia wajib mengqadha’nya. Adapun mengunyah sesuatu (seperti permen karet atau yang lainnya) yang  manis atau ada rasa lain maka mengunyahnya adalah haram. Jika bagiannya atau rasanya  masuk ke tenggorokan maka batal puasanya. Adapun dahak atau ingus, jika ia telan sebelum sampai di mulut maka tidaklah membatalkan puasa, jika ia telan setelah sampai di mulut maka batal puasanya. Adapun mencicipi makanan tanpa dibutuhkan hukumnya makruh.
(54) Siwak hukumnya sunnah bagi orang yang puasa pada sepanjang siang hari.
 (55) Sesuatu yang terjadi pada orang puasa seperti luka, mimisan, masuknya air atau cairan lain ke tenggorokannya tanpa ia sengaja maka hal itu tidak merusak puasanya. Demikian pula halnya bila cairan di mata turun ke tenggorokan, menyemir rambut dengan hinna’ (daun pacar/inai) lalu dirasakan ada rasanya pada tenggorokan tidak membatalkan. juga tidak membatalkan puasa memakai cream atau lotion untuk kulit, meminyaki rambut atau kumis atau mencium wangi-wangian.
(56) Sebaiknya orang yang berpuasa tidak melakukan berbekam (atau hal hal yang semakna dengan berbekam yang mengeluarkan darah banyak), karena perbedaan pendapat dalam masalah ini kuat sekali.
(57) Merokok adalah salah satu yang membatalkan puasa. Dan ia tidak boleh menjadi alasan seseorang untuk meninggalkan puasa.
(58) Tidak mengapa orang yang berpuasa mendinginkan badannya dengan berendam di dalam air atau menyelimuti badannya dengan kain yang dibasahi.
(59) Jika seseorang makan, minum atau menyetubuhi isterinya karena mengira waktu masih malam, tetapi ternyata telah terbit fajar maka ia tidak berdosa dan tetap melanjutkan puasanya.
 (60) Jika ia berbuka karena mengira matahari telah tenggelam padahal belum, maka menurut jumhur ulama ia wajib mengqadha’ puasanya.
(61) Jika telah terbit fajar sedang di mulutnya masih ada makanan atau minuman maka para fuqaha sepakat bahwa ia harus memuntahkannya dan puasanya sah.


? Hukum hukum puasa
terkait perempuan

(62) Anak perempuan yang sudah baligh namun malu diketahui orang lain sehingga ia tidak puasa, maka ia harus bertaubat, mengqadha’ puasa yang ia tinggalkan, serta membayar fidyah bila qadha’ puasanya itu dilakukan setelah Ramadhan tahun berikutnya lagi,  begitu pula hukumnya perempuan yang berpuasa saat haidh karena malu dan belum mengqadha’nya.
(63) Seorang isteri tidak boleh berpuasa (selain puasa Ramadhan) kecuali dengan izin suaminya, namun bila suaminya musafir maka tidak mengapa.
(64) Jika seorang perempuan melihat lendir putih yang dengannya dia tahu bahwa ia telah suci dari haidhnya maka ia wajib meniatkan puasa sejak malam. Jika ia tidak mengetahui status kesuciannya maka hendaknya ia mengusapnya dengan kapas atau sejenisnya. Jika kapas itu dikeluarkan dalam keadaan bersih maka ia berpuasa. Dan seorang wanita yang haidh atau nifas, jika darahnya berhenti pada malam hari lalu niat puasa, kemudian terbit fajar sebelum ia mandi maka menurut semua ulama puasanya sah.
(65) Wanita yang mengetahui bahwa kebiasaan haidhnya adalah besok misalnya, maka ia tetap harus dalam niat puasa, dan tidak boleh berbuka sampai ia melihat ada darah.
(66) Yang paling utama bagi wanita haidh adalah menerima sunnatullah pada dirinya, ridha dengannya dan tidak mencari jalan untuk mencegah haidh pada bulan Ramadhan.
(67) Jika wanita hamil keguguran, dan janinnya telah berbentuk maka ia dalam keadaan nifas dan tidak boleh berpuasa. Jika belum berbentuk maka ia adalah darah istihadhah (penyakit) dan wajib berpuasa jika ia mampu. Perempuan yang nifas (baru bersalin) jika telah suci sebelum 40 hari maka ia harus puasa dan mandi untuk shalat. Dan jika lebih dari 40 hari maka ia niat puasa dan mandi, sedang darah yang keluar dianggap darah istihadhah.
(68) Darah Istihadhah (penyakit) tidak mempengaruhi sahnya puasa.
(69) Pendapat yang kuat adalah mengqiyaskan (analogikan) orang hamil dan menyusui kepada orang sakit. Keduanya boleh berbuka dan tidak ada kewajiban lain selain qadha’, baik tidak puasa karena khawatir terhadap dirinya atau terhadap janin yang dikandungnya.
(70) Perempuan yang wajib puasa jika disetubuhi oleh suaminya pada siang hari Ramadhan dengan kerelaannya maka sangsi baginya adalah sama dengan sangsi terhadap suaminya (sama-sama kena kaffarat mugallazhah). Namun jika ia dipaksa maka ia harus berusaha menolaknya, dan ia tidak wajib membayar kaffarat karenanya.

Demikian masalah masalah seputar puasa yang bisa kami sebutkan, semoga Allah membantu kita untuk bisa selalu mengingat-Nya, mensyukuri-Nya, dan menyembah-Nya dengan ideal, juga kita memohon kepada-Nya semoga Ia tutup bagi kita bulan suci Ramadhan dengan ampunan-Nya, Dia bebaskan kita dari siksa neraka, amin.
Semoga shalawat dan salam tercurahkan selalu kepada Rasulullah, kepada kerabat dan sahabat sahabatnya.






 

 
Read More ->>
Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto saya
baron, Nganjuk/jawa timur, Indonesia
blogger ini dibuat untuk meningkatkan Dzikir Fikir Amal Shaleh