DAFTAR ISI
Pengantar
|
2
|
Definisi
puasa
|
3
|
Hukum
puasa
|
3
|
Keutamaan
puasa
|
3
|
Manfaat
puasa
|
5
|
Adab
dan sunnah puasa
|
5
|
Yang
semestinya dilakukan pada bulan Ramadhan
|
7
|
Hukum
hukum puasa
|
8
|
Penetapan
masuk bulan Ramadhan
|
9
|
Siapa
yang wajib berpuasa ?
|
9
|
Puasa
orang musafir
|
11
|
Puasa
orang sakit
|
14
|
Puasa
orang tua renta dan lemah
|
16
|
Niat
puasa
|
18
|
Berbuka
dan Imsak (mulai berpuasa)
|
20
|
Yang
membatalkan puasa
|
21
|
Hukum
hukum puasa terkait perempuan
|
27
|
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan serta
ampunan-Nya, kita berlindung kepada Allah dari kejahatan jiwa dan
keburukan amal kita, barang siapa yang Allah berikan hidayah-Nya maka tidak ada
yang bisa menyesatkannya, dan barang siapa yang Allah sesatkan maka tidak ada
yang bisa menunjukinya, Aku bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, Ia Esa dan
tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusan-Nya.
Allah telah memberikan karunia kepada hamba-Nya
dengan menciptakan musim musim kebaikan, yang
padanya pahala dilipatgandakan, kesalahan dihapus, derajat ditinggikan.
Di antara musim kebaikan ini adalah bulan
Ramadhan, pada bulan ini Allah mewajibkan puasa kepada hamba-Nya, mensugesti
untuk berbuat kebajikan, serta mensyukurinya.
Karena ibadah pada bulan ini sangat agung, maka
semestinya kita mempelajari hukum hukum yang terkait dengan bulan puasa ini.
Risalah singkat ini adalah intisari hukum hukum
seputar puasa, adab dan sunnah sunnahnya.
? Definisi Puasa
(1) Shaum (puasa) menurut bahasa adalah menahan diri, sedang menurut
istilah Syara’ adalah menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa sejak
terbit fajar sampai terbenam matahari dengan disertai niat.
? Hukum puasa
(2) Ummat telah Ijma’ (konsensus) bahwa puasa bulan Ramadhan adalah wajib,
dan siapa yang dengan sengaja tidak berpuasa pada bulan Ramadhan walau sehari,
maka ia telah melakukan dosa besar.
? Keutamaan puasa
(3) Di antara keutamaan puasa : 1. Allah
mengkhususkan puasa untuk diriNya 2. Allah memberikan ganjaran tak terhingga
untuk yang melaksanakannya 3. Doa orang
yang berpuasa tidak ditolak 3. Orang yang berpuasa diberi dua kebahagiaan 4.
Puasa akan memberikan syafaat bagi pelakunya kelak di hari kiamat 5. Bau mulut
orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari bau kesturi 6. Puasa itu
perisai dan benteng yang kokoh dari azab neraka 7. Dengan berpuasa sehari di
jalan Allah, maka Allah akan menjauhkan wajah seseorang yang berpuasa dari
neraka sejauh (perjalanan) tujuh puluh tahun 8. Di surga ada pintu bernama
Ar-Rayyan, hanya orang orang yang berpuasa yang masuk surga melalui pintu ini,
tidak yang lain.
Keutamaan khusus puasa Ramadhan: 1. Salah satu
Rukun Islam 2. Padanya Al-Quran diturunkan 3. Padanya ada malam yang lebih
utama dari seribu bulan 4. Bila Ramadhan tiba, pintu pintu surga dibuka, pintu
pintu neraka ditutup, setan setan dibelenggu 5. Puasa Ramadhan bernilai puasa
sepuluh bulan.
? Manfaat puasa
(4) Hikmah dan manfaat puasa sangatlah banyak: 1.Yang paling utama adalah
agar menggapai ketakwaan kepada Allah 2. Mengusir setan, mengarahkan nafsu
syahwat dan menjaga kemaluan 3. Melatih jiwa untuk menghindari hawa nafsu dan
menjauhi maksiat 4. Melatih kedisiplinan 5. Syiar persatuan kaum Muslimin.
? Adab dan sunnah puasa
(5) Adab dan sunnah puasa, ada yang wajib dan sunnat, di antaranya:
v Makan sahur dan mengakhirkannya.
v Menyegerakan berbuka puasa. Berdasarkan sabda Rasulullah: “Manusia senantiasa
berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa”. Rasulullah
berbuka puasa sebelum melakukan shalat dengan menyantap ruthab (korma muda),
bila tidak dengan ruthab maka dengan tamr (korma kering), bila tidak maka
dengan air minum, dan beliau berdoa setelah berbuka puasa:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَ
ابْتَلَّتِ اْلعُرُوْقُ وَ ثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
“Telah hilang rasa
dahaga, urat-urat telah basah, dan insyaAllah pahala telah tetap/tercapai”
v Menjauhi perbuatan rafats (terjatuh pada
maksiat)
v Di antara yang menghilangkan kebaikan dan
mengundang keburukan saat berpuasa adalah sibuk dengan acara acara seperti
cerdas cermat, sinetron, film film, pertandingan, ngobrol tak berarti, dan
nganggur di jalan jalan.
v Tidak makan banyak. Karena sabda
Rasulullah: ”Tidak ada wadah yang paling bahaya yang diisi oleh anak Adam
selain perut… “.
v Berderma dengan ilmu, harta, pengaruh,
fisik, maupun perilaku. Rasulullah
sangat dermawan dengan kebaikan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan.
? Yang semestinya dilakukan
pada bulan
Ramadhan
v Mengkondisikan suasana dan jiwa untuk
melakukan ibadah.
v Bersegera taubat dan kembali kepada Allah.
v Gembira dengan masuknya bulan Ramadhan.
v Berpuasa yang baik dan sempurna.
v Khusyu saat melakukan shalat tarawih.
v Tidak lemah dan malas pada sepuluh
hari pertengahan.
v Berusaha mendapatkan malam qadar (lailatul
qadr) dan menghidupkannya dengan ibadah.
v Memperbanyak sedekah.
v Melakukan
I’tikaf.
? Hukum hukum puasa
(6) Di antara puasa yang disyariatkan ada yang harus dilaksanakan secara
berurutan seperti puasa Ramadhan, puasa kaffarat (sangsi) pembunuhan secara
tidak sengaja, puasa kaffarat karena bersetubuh pada siang hari Ramadhan dan
lain lain. Ada pula puasa yang boleh dikerjakan tidak berurutan seperti puasa
qadha’ Ramadhan, puasa sepuluh hari bagi yang tidak membayar hadyu
(sesembelihan karena berhaji tamattu’), dan lain lain.
(7) Puasa sunnat menambal kekurangan puasa wajib.
(8) Ada larangan (dari hadits) melakukan puasa pada hari Jumat saja, dan
hari sabtu saja kecuali kalau puasa wajib, juga dilarang puasa sepanjang tahun,
menyambung puasa (siang lanjut ke malam), dan diharamkan berpuasa pada dua hari
raya.
? Penetapan masuk bulan Ramadhan
(9) Penetapan
masuknya bulan Ramadhan adalah dengan ru’yah hilal (melihat bulan sabit
Ramadhan), atau dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban. Sedang
mengandalkan hisab (penghitungan bulan) untuk menentukan masuknya
Ramadhan adalah perkara yang diada-adakan.
? Siapa yang wajib puasa?
(10) Puasa wajib atas setiap Muslim yang baligh, berakal
(tidak gila), muqim (tidak musafir), mampu (tidak sakit/lemah),
dan tidak sedang berhalangan seperti haidh dan nifas.
(11) Anak anak disuruh berpuasa bila telah berumur tujuh tahun. Sebagian
Ulama menyebutkan bahwa anak boleh dipukul karena tidak berpuasa bila telah
berumur sepuluh tahun seperti halnya bila meninggalkan shalat.
(12) Bila seorang kafir masuk Islam, atau seorang anak baligh, atau seorang
yang gila sadar pada siang hari Ramadhan, maka mereka harus menahan diri (dari
yang membatalkan puasa) pada sisa hari itu, namun ia tidak wajib mengqadha’
puasa hari itu maupun hari hari sebelumnya.
(13) Seorang yang gila tidak diwajibkan berpuasa. bila terkadang gila dan
terkadang sadar, maka dia harus berpuasa pada saat ia sadar. Begitu pula halnya
dengan orang yang pingsan.
(14) Seorang yang meninggal pada pertengahan Ramadhan tidak wajib atasnya
maupun atas keluarganya kewajiban apapun (seperti fidyah atau yang lainnya)
pada sisa hari Ramadhan.
(15) Seorang yang tidak tahu kewajiban berpuasa Ramadhan, atau tidak tahu
kalau makan atau berhubungan dengan isteri itu diharamkan bagi orang yang
berpuasa, maka Jumhur Ulama memandang ia dimaafkan bila kondisinya memang benar
benar tidak tahu dan tidak ada tempat bertanya atau tidak tinggal di tengah
tengah kaum Muslimin, namun bila dia berada di tengah tengah kaum Muslimin dan
memungkinkan baginya untuk bertanya maka ia tidak dimaafkan (artinya puasanya
batal dan wajib mengqadha’)
? Puasa musafir
(16) Seseoarang yang musafir boleh berbuka (tidak berpuasa) dengan syarat:
1. Perjalanannya sejauh jarak dibolehkannya berbuka (80 km lebih) atau disebut
musafir menurut ‘Urf (kebiasaan masyarakat) 2. Sudah keluar dari daerah tempat
tinggalnya dan bangunan yang bersambung dengan bangunan daerah tersebut 3.
Perjalanannya bukan perjalanan maksiat (menurut jumhur ulama) 4. Tidak
bermaksud dengan perjalanannya itu untuk membolehkan berbuka.
(17) Para ulama sepakat bahwa orang yang musafir boleh tidak puasa (dengan
menggantinya di luar Ramadhan), baik ia mampu berpuasa atau tidak, baik berat
baginya berpuasa atau ringan.
(18) Seseorang yang berazam (berniat dengan kuat) akan melakukan
perjalanan, maka ia tidak berniat memutuskan puasanya kecuali setelah ia
melakukan perjalanannya, dan ia tidak memutuskan puasanya kecuali setelah ia
keluar dari daerahnya dan berpisah dengan bangunan yang bersambung dengan
daerahnya tersebut.
(19) Bila matahari telah terbenam lalu seseorang berbuka puasa, namun
kemudian ia naik pesawat terbang dan ia melihat matahari, maka tidak wajib
baginya imsak (menahan diri dari hal hal yang membatalkan puasa), karena ia
telah menyempurnakan puasa hari itu.
(20) Seseorang musafir yang telah sampai pada daerah tujuannya dan berniat
muqim (menetap) padanya lebih dari empat hari, maka ia wajib berpuasa menurut
jumhur ulama.
(21) Seseorang yang memulai puasanya saat ia muqim, lalu musafir pada siang
hari, maka ia boleh memutuskan puasanya.
(22) Boleh berbuka puasa (tidak berpuasa) orang yang karena profesi atau
pekerjaannya selalu dalam keadaan
musafir bila ia memiliki tempat kembali (tempat tinggal) yang tetap, seperti tukang post, sopir taksi atau bus
antar kota, para pilot dan pegawai, sekalipun mereka musafir setiap hari, dan
wajib bagi mereka mengqadha’ puasa yang ditinggalkan, begitu pula halnya dengan
nakoda dan awak kapal laut bila mereka memiliki tempat kembali yang tetap di
daratan.
(23) Bila seorang yang musafir tiba di rumahnya pada siang hari, maka
sebaiknya ia menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa pada sisa hari
itu demi kehormatan bulan Ramadhan, namun ia wajib mengqadha’ puasanya baik dia
menahan diri atau tidak.
(24) Bila seseorang memulai bepuasa di suatu tempat, kemudian ia musafir ke
daerah yang penduduknya sudah mulai berpuasa sebelum atau sesudahnya, maka ia
mengikuti penduduk daerah yang ia datangi tersebut.
? Puasa orang sakit
(25) Segala
kondisi sakit yang karenanya seseorang disebut tidak sehat secara fisik, maka
ia boleh tidak berpuasa karenanya.
Sedang sakit ringan seperti batuk, sakit kepala maka tidak boleh meninggalkan
puasa karenanya. Bila menurut dokter atau berdasarkan pengetahuan seseorang
yang karena kebiasaan dan pengalaman, atau menurut perkiraan yang kuat bahwa
puasa bisa menyebabkan ia sakit, atau memperparah sakitnya, atau melambatkan kesembuhannya,
maka ia boleh berbuka puasa, bahkan makruh baginya berpuasa.
(26) Bila puasa
menyebabkan seseorang pingsan, maka ia
berbuka puasa dan mengqadha’nya, bila seseorang pingsan pada pertengahan hari,
lalu sadar sebelum tenggelam matahari atau setelahnya, maka puasanya sah selama
ia berpuasa sejak pagi hari. Bila ia tidak sadarkan diri sejak fajar hingga
magrib, maka menurut Jumhur Ulama bahwa puasanya tidak sah. Mengqadha’ puasa
bagi orang yang pingsan adalah wajib hukumnya menurut Jumhur ulama, seberapapun
lama masa pingsannya.
(27) Siapa yang sangat lelah berpuasa karena rasa lapar atau rasa haus yang
sangat, hingga khawatir nyawanya terancam atau hilang salah satu inderanya,
maka ia boleh berbuka dan mengadha’ puasa hari itu. Para pekerja / yang
berpropesi berat tidak boleh memutuskan puasa, namun jika mudarat baginya
meninggalkan pekerjaan/profesinya dan khawatir nyawanya terancam pada siang
hari saat ia berpuasa tersebut, maka ia boleh berbuka dan mengqadha’nya. Ujian
sekolah bagi para siswa tidaklah menjadi alasan untuk memutuskan puasa pada
siang hari Ramadhan.
(28) Seorang yang mengidap penyakit yang tidak akut namun ada harapan
sembuh, maka ia menunggu sampai sembuh lalu mengqadha’ puasa yang ia
tinggalkan; dan tidak mencukupi baginya ith’am (memberi makan satu orang
miskin untuk satu hari yang ditingalkan sebagai pengganti puasa). Sedang orang
yang mengidap penyakit akut dan orang tua renta dan lemah, maka mereka boleh
tidak puasa dan mengganti satu hari yang ditinggalkan dengan seukuran setengah
sha’ (menurut Imam Malik, Syafii dan Auzai ¼ Sha’ = 1 mud) dari bahan makanan
pokok di tempatnya ( 1 sha’ = 2172 gram, maka ½ sha’ = 1086 gram, sebagian
ulama memandang 1 sha’ = 2500 gram, berarti ½ sha’ = 1250 gram; pent.)
(29) Seseorang yang sakit lalu sembuh, dan ia berkesempatan untuk mengadha’
lalu ia tidak mengadha’ hingga meninggal dunia, maka dikeluarkan dari hartanya
untuk memberi makan orang miskin setengah sha’ untuk satu hari. Namun bila ada
salah seorang anggota keluarganya mau menggantikan qadha’ puasanya maka boleh.
? Puasa orang tua renta
dan lemah
(30) Orang tua renta dan jompo yang sudah tidak memiliki kekuatan sama
sekali tidak wajib bagi mereka berpuasa, boleh bagi mereka meninggalkan puasa
selama puasa sangat melelahkan bagi mereka dan sangat sulit mereka lakukan.
Sedang orang yang sudah pikun dan sudah tidak mumayyiz lagi maka tidak wajib
atasnya puasa, juga tidak ada kewajiban apapun atas keluarganya karena taklif
(kewajiban syara’) sudah gugur darinya.
(31) Seseorang yang memerangi musuh, atau daerahnya dikepung musuh dan bila
ia berpuasa akan melemahkannya dari berperang, maka ia boleh berbuka sekalipun
ia tidak musafir, begitu pula bila ia butuh untuk berbuka sebelum berperang ia
boleh melakukannya.
(32) Siapa yang sebab berbukanya adalah sebab yang nyata seperti sakit,
maka tidak mengapa ia berbuka secara nyata dan terang terangan, dan seseorang
yang sebab berbukanya tidak nyata seperti haidh maka sebaiknya dia berbuka
secara sembunyi untuk menghindari tuduhan negatif.
? Niat puasa
(33) Disyaratkan niat pada puasa fardhu (seperti puasa Ramadhan), begitu pula pada puasa wajib seperti puasa
qadha’ dan kaffarat. Niat boleh pada semua bagian malam sekalipun sesaat
sebelum fajar. Niat itu adalah azam (keinginan kuat hati) melakukan suatu perbuatan. Melafazkannya
adalah perkara yang diada-adakan. Seseorang yang berpuasa Ramadhan tidak perlu
memperbarui niat setiap malam Ramadhan, namun cukup berniat puasa pada awal
Ramadhan.
(34) Puasa sunnat mutlak tidak disyaratkan niat pada malam hari, sedang
puasa sunnat tertentu (seperti puasa 6 hari syawal, senin, kamis dll) maka sebaiknya berniat pada malam
hari.
(35) Seseorang yang mulai melakukan puasa wajib seperti puasa Qadha’, nazar
dan kaffarat maka ia harus menyempurnakannya, dan tidak boleh dibatalkan tanpa
uzur, sedang seorang yang puasa sunnat boleh memilih, terserah dia mau
lanjutkan puasa atau membatalkannya sekalipun tanpa uzur, karena dia adalah
amir (yang bertanggung jawab) terhadap dirinya.
(36) Barang siapa yang tidak mengetahui masuknya bulan Ramadhan kecuali
setelah terbit fajar, maka dia wajib menahan diri dari segala hal yang
membatalkan puasa pada sisa harinya, dan wajib baginya mengqadha’ menurut
jumhur ulama.
(37) Seseorang yang dipenjara atau ditawan, bila mengetahui masuknya bulan
puasa baik dengan melihat atau diinformasikan oleh seseorang yang terpercaya,
maka wajib baginya berpuasa, kalau tidak ada informasi maka dia berijtihad dan
melakukan yang yang lebih kuat menurut
dugaannya.
? Berbuka dan Imsak
(mulai berpuasa)
(38) Bila matahari telah terbenam
maka saat itulah waktu berbuka bagi orang yang berpuasa, dan tidak jadi ukuran
cahaya merah yang masih nampak di ufuk.
(39) Bila fajar (shadiq) telah terbit, maka wajib bagi orang yang hendak puasa menahan diri (dari segala
yang membatalkan puasa) seketika, baik dia mendengar azan atau tidak, adapun
menahan diri (imsak) beberapa menit sebelum terbit fajar seperti 10 menit
misalnya dengan maksud ihtiyath
(kehati-hatian), adalah perkara yang tidak
ada dasarnya.
(40) Negeri yang siang dan malamnya
sepanjang 24 jam, tetap wajib bagi penduduk muslim negeri tersebut berpuasa
sekalipun siangnya panjang. (sebagian ulama memandang mereka memperkirakan lama
waktu siang lumrahnya lalu berbuka sekalipun masih siang, berdasarkan hadits
tentang masa dajjal di muka bumi).
? Yang membatalkan puasa
(41) Hal hal yang membatalkan puasa selain haidh dan nifas, tidak dikatakan
membatalkan puasa kecuali dengan tiga syarat:
- Si pelaku mengetahui hukum, tidak jahil.
- Ingat/sengaja, tidak lupa.
- Keinginan sendiri, tidak terpaksa.
Di antara
hal yang membatalkan puasa adalah: 1.makan minum 2. bersetubuh 3. muntah dengan
sengaja 4. berbekam.
(42) Di antara yang membatalkan puasa juga
adalah hal hal yang semakna dengan makan dan minum, seperti obat obatan atau
serbuk yang ditelan melalui mulut, suntikan yang mengenyangkan, begitu juga
transfusi darah. Adapun suntikan yang bukan pengganti makan dan minum namun
untuk pengobatan, maka tidak mempengaruhi puasa, begitu pula dengan pencucian
ginjal tidak membatalkan puasa. Sedang suntikan pada urat/otot, obat tetes mata
dan telinga, mencabut gigi, mengobati luka, semua hal ini menurut pendapat yang
lebih kuat adalah tidak membatalkan puasa. Semprotan ke mulut bagi penderita penyakit
sesak nafas tidak membatalkan puasa. Begitu pula mengambil darah untuk didiagnosa tidak membatalkan puasa, obat tenggorokan asal tidak ditelan juga tidak membatalkan. Orang yang menambal
giginya lalu merasakan rasa mint (sejuk) atau lainnya pada tenggorokannya, hal
itu tidak mempengaruhi puasanya.
(43) Barangsiapa makan atau minum dengan sengaja pada siang hari bulan
Ramadhan tanpa uzur (alasan yang dibenarkan syara’) maka dia telah berbuat dosa
besar, ia harus tobat dan mengqadha' (mengganti) puasanya.
(44) Jika seseorang lupa lalu makan dan minum maka hendaknya ia tetap
melanjutkan puasanya, karena itu merupakan karunia dari Allah. Jika melihat
orang lain makan dan minum karena lupa maka ia harus mengingatkannya.
(45) Seseorang yang butuh memutuskan puasanya karena menolong orang yang hendak meninggal (karena tenggelam atau kebakaran
misalnya) ia boleh berbuka dan mengqadha' puasanya.
(46) Barangsiapa yang wajib atasnya
puasa (tidak sedang musafir atau sakit misalnya) menyetubuhi isterinya pada siang
hari Ramadhan dengan sengaja dan tanpa dipaksa maka dia telah merusak puasanya.
Ia wajib bertobat dan melanjutkan puasanya pada hari itu serta wajib mengqadha'
dan membayar kaffarat mughallazhah (denda berat). Dan hal yang sama juga
berlaku hukumnya pada orang yang berzina, melakukan homoseksual atau
menyetubuhi binatang.
(47) Jika seseorang berkeinginan menyetubuhi isterinya lalu berbuka
terlebih dahulu dengan makan atau minum maka dosanya lebih besar, dan dia telah
mencemarkan kesucian Ramadhan dua kali, yakni dengan makan dan bersetubuh.
(48) Seorang suami dibolehkan mencium, bermesraan, berpelukan, bersentuhan
dan memandang berkali-kali terhadap isterinya, jika ia bisa mengendalikan
nafsunya, namun jika ia orang yang mudah terangsang birahinya dan tidak bisa
bisa menahan dirinya maka hal itu tidak
boleh baginya.
(49) Jika ia sedang menyetubuhi
isterinya tiba-tiba terbit fajar (terdengar adzan) maka ia harus segera
menyudahinya. Puasanya tetap sah, meskipun ia mengeluarkan mani setelah
menyudahinya. Jika ia masih tetap melanjutkannya padahal fajar telah terbit
maka puasanya batal, dan karenanya ia wajib bertaubat, mengqadha' puasanya dan
membayar kaffarat mughallazhah.
(50) Jika seseorang dalam keadaan junub pada
pagi hari,
maka hal itu tidak membatalkan puasanya. Ia boleh mengakhirkan mandi junub, atau mandi bersih dari haidh atau nifas setelah terbit fajar, tetapi ia harus
bersegera agar segera melaksanakan shalat Shubuh.
(51) Jika orang yang puasa mimpi basah hingga mengeluarkan mani pada siang hari
Ramadhan, maka hal itu tidak membatalkan puasanya menurut ijma' (kesepakatan)
para ulama, dan ia tetap wajib melanjutkan puasanya.
(52) Barangsiapa yang mengeluarkan mani pada siang hari bulan Ramadhan
dengan sesuatu yang mungkin dihindari, seperti menyentuh atau memandang
berulang-ulang maka ia wajib bertobat kepada Allah dan menahan diri dari makan
dan minum pada sisa hari itu, dan ia wajib mengqadha’nya pada hari lain.
(53) Seseorang yang muntah tanpa sengaja puasanya tidak batal, tetapi
barangsiapa muntah dengan sengaja maka puasanya batal dan ia wajib
mengqadha’nya. Adapun mengunyah sesuatu
(seperti permen
karet atau yang lainnya) yang manis atau ada rasa lain maka mengunyahnya
adalah haram. Jika bagiannya atau rasanya
masuk ke tenggorokan maka batal puasanya. Adapun dahak atau ingus, jika
ia telan sebelum sampai di mulut maka tidaklah membatalkan puasa, jika ia telan
setelah sampai di mulut maka batal puasanya. Adapun mencicipi makanan tanpa
dibutuhkan hukumnya makruh.
(54) Siwak hukumnya sunnah bagi orang yang puasa pada sepanjang siang hari.
(55) Sesuatu yang terjadi pada orang
puasa seperti luka, mimisan, masuknya air atau cairan lain ke tenggorokannya
tanpa ia sengaja maka hal itu tidak merusak puasanya. Demikian pula halnya bila
cairan di mata turun ke tenggorokan, menyemir rambut dengan hinna’ (daun
pacar/inai) lalu dirasakan ada rasanya pada tenggorokan tidak membatalkan. juga
tidak membatalkan puasa memakai cream atau lotion untuk kulit, meminyaki rambut
atau kumis atau mencium wangi-wangian.
(56) Sebaiknya orang yang berpuasa tidak melakukan berbekam (atau hal hal
yang semakna dengan berbekam yang mengeluarkan darah banyak), karena perbedaan
pendapat dalam masalah ini kuat sekali.
(57) Merokok adalah salah satu yang membatalkan puasa. Dan ia tidak boleh
menjadi alasan seseorang untuk meninggalkan puasa.
(58) Tidak mengapa orang yang berpuasa mendinginkan badannya dengan berendam di dalam air atau
menyelimuti badannya dengan kain yang dibasahi.
(59) Jika seseorang makan, minum atau
menyetubuhi isterinya karena mengira waktu masih malam, tetapi ternyata telah
terbit fajar maka ia tidak berdosa dan tetap melanjutkan puasanya.
(60) Jika ia berbuka karena mengira
matahari telah tenggelam padahal belum, maka menurut jumhur ulama ia wajib mengqadha’
puasanya.
(61) Jika telah terbit fajar sedang di
mulutnya masih ada makanan atau minuman maka para fuqaha sepakat bahwa ia harus
memuntahkannya dan puasanya sah.
? Hukum hukum puasa
terkait perempuan
(62) Anak perempuan yang sudah baligh namun malu diketahui orang lain
sehingga ia tidak puasa, maka ia harus bertaubat, mengqadha’ puasa yang ia
tinggalkan, serta membayar fidyah bila qadha’ puasanya itu dilakukan setelah
Ramadhan tahun berikutnya lagi, begitu
pula hukumnya perempuan yang berpuasa saat haidh karena malu dan belum
mengqadha’nya.
(63) Seorang isteri tidak boleh
berpuasa (selain puasa Ramadhan) kecuali dengan izin suaminya, namun bila
suaminya musafir maka tidak mengapa.
(64) Jika seorang perempuan melihat lendir putih yang dengannya dia tahu
bahwa ia telah suci dari haidhnya maka ia wajib meniatkan
puasa sejak malam. Jika ia tidak mengetahui status kesuciannya maka hendaknya
ia mengusapnya dengan kapas atau sejenisnya. Jika kapas itu dikeluarkan dalam
keadaan bersih maka ia berpuasa. Dan seorang wanita yang haidh atau nifas, jika
darahnya berhenti pada malam hari lalu niat puasa, kemudian terbit fajar
sebelum ia mandi maka menurut semua ulama puasanya sah.
(65) Wanita yang mengetahui bahwa kebiasaan haidhnya adalah besok misalnya,
maka ia tetap harus dalam niat puasa, dan tidak boleh berbuka sampai ia melihat
ada darah.
(66) Yang paling utama bagi wanita haidh adalah menerima
sunnatullah pada dirinya, ridha dengannya dan tidak mencari jalan untuk
mencegah haidh pada bulan Ramadhan.
(67) Jika wanita hamil keguguran, dan janinnya telah berbentuk maka ia
dalam keadaan nifas dan tidak boleh berpuasa. Jika belum berbentuk maka ia
adalah darah istihadhah (penyakit) dan wajib berpuasa jika ia mampu. Perempuan
yang nifas (baru bersalin) jika telah suci sebelum
40 hari maka ia harus puasa dan mandi untuk shalat. Dan jika lebih dari 40 hari
maka ia niat puasa dan mandi, sedang darah yang keluar
dianggap darah istihadhah.
(68) Darah Istihadhah
(penyakit) tidak mempengaruhi sahnya puasa.
(69) Pendapat yang kuat adalah mengqiyaskan (analogikan) orang hamil dan menyusui kepada orang sakit. Keduanya boleh berbuka dan
tidak ada kewajiban lain selain qadha’, baik tidak puasa karena khawatir
terhadap dirinya atau terhadap janin yang dikandungnya.
(70) Perempuan yang wajib puasa jika disetubuhi oleh suaminya pada siang
hari Ramadhan dengan kerelaannya maka sangsi baginya adalah sama dengan sangsi
terhadap suaminya (sama-sama kena kaffarat mugallazhah). Namun jika ia dipaksa
maka ia harus berusaha menolaknya, dan ia tidak wajib membayar kaffarat
karenanya.
Demikian
masalah masalah seputar puasa yang bisa kami sebutkan, semoga Allah membantu
kita untuk bisa selalu mengingat-Nya, mensyukuri-Nya, dan menyembah-Nya dengan
ideal, juga kita memohon kepada-Nya semoga Ia tutup bagi kita bulan suci
Ramadhan dengan ampunan-Nya, Dia bebaskan kita dari siksa neraka, amin.
Semoga
shalawat dan salam tercurahkan selalu kepada Rasulullah, kepada kerabat dan
sahabat sahabatnya.
0 komentar:
Posting Komentar