Minggu, 09 September 2012

SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM


PENGERTIAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM DAN PENYEBAB MUNCULNYA SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM SERTA TUJUUAN PENDIDIKAN ISLAM
MAKALAH
“SAJIAN PERTAMA”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “SPI”
Dosen Pembimbing:
Drs. H. Athor Subroto, M. Si.
Description: D:\Gambar\LOGO\STAIM sip.JPG
Disusun Oleh Kelompok I :
1.      Arif Agus M.
2.      A. Khoirul Amin
3.      Binti Khoirotul Lailiyah
4.      Dewi Mariyati
5.      Siti Nur Azizah

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM “MIFTAHUL ‘ULA”
NGLAWAK KERTOSONO NGANJUK
SEPTEMBER, 2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Di era globalisasi ini pendidikan sosiololigi sangatlah dibutuhkan, apalagi sosiologi pendidikan islam. Dalam kaitannya dengan hubungan sosial di lingkungan maka pendidikan sosiologi sangatlah dibutuhkan. Sebab hubungan sosial membahas adanya iteraksi atar sesame manusia, sehingga perlu adanya pengetahuan tentang tujuan sosiologi pendidikan. Selain itu dalam berinteraksi antar sesame manusia juga tidak boleh melanggar aturan ataupun norma agama yang ada. Oleh karenanya perlu pula pengetahuan tentang pendidikan agama.
Dari semua permasalahan itu maka dibutuhkan suatu lembaga yang mampu memberikan pengajaran tentang hal – hal tersebut. Lembaga tersebut bisa merupakan lembaga formal maupun nonformal. Apabila lembaga formal maka lembaga tersebut adalah sekolah, maka sekolah atau lembaga pendidikan tidak hanya mengajarkan tentang materi – materi pendidikan saja melainkan juga mengajarkan bagaimana caranya berinteraksi sosial antar sesama manusia dan interaksi tersebut juga tidak melanggar norma agama. Sedang apabila pendidikan nonformal maka pendidikan itu  bisa terjadi di lingkungan sekitar tempat ia tinggal. Yaitu dengan cara mempelajari dari lingkungan bagaimana cara orang – orang di sekitarnya itu berinteraksi.
Dari uraian tersebut di atas, makalah ini akan membahas tentang apa pengertian sosiologi pendidikan islam,sebab munculnya sosiologi pendidikan, tujuan sosiologi pendidikan islam.
B. RUMUSAN MASALAH
            1. Apa definisi sosiologi pendidikan Islam?
            2. Apa penyebab munculnya sosiologi pendidikan Islam?
            3. Bagaimana tujuan sosiologi pendidikan Islam?
C. TUJUAN PEMBAHASAN
            1. Agar dapat mengerti dan memahami definisi sosiologi pendidikan Islam.
            2. Agar dapat mengerti dan memahami penyebab munculnya sosiologi pendidikan Islam.
            3. Untuk mengerti dan memahami tujuan sosiologi pendidikan Islam.








BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara harfiah atau etimologi (definisi nominal), Sosiologi berasal dari bahasa Latin: Socius: teman, kawan, sahabat, dan logos: ilmu pengetahuan. Sedangkan menurut terminologi, definisi Sosiologi berdasarkan para pakar adalah sebagai berikut:
a. Sosiologi adalah studi tentang hubungan antara manusia (human relationship). (Alvin Bertrand)
b. Sosiologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan, yakni hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, baik formal maupun material, baik statis maupun dinamis. (Mayor Polak)
c. Sosiologi adalah ilmu masyarakat umum. (P.J. Bouwman)
d. Sosiologi atau ilmu masyarakat adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. (Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi).
Jadi sosiologi itu adalah suatu ilmu yang mempelajari suatu interaksi seseorang dengan orang lain dan lingkungan masyarakat.
Menurut para ahli, definisi sosiologi pendidikan adalah sebagai berikut:
(a)Menurut F.G. Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Struktur mengandung pengertian teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya dengantata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika yakni proses sosial dan kultural, proses perkembangan kepribadian,dan hubungan kesemuanya dengan proses pendidikan.
(b)Menurut H.P. Fairchild dalam bukunya ”Dictionary of Sociology” dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Jadi ia tergolong applied sociology.
(c)Menurut Prof. DR S. Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikana dalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
(d)Menurut F.G Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi pengalaman. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
(e)Menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.
(f)Menurut Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.
Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis.

Sedangkan untuk mendefinisikan tentang sosiologi pendidikan Islam masih banyak kesulitan secara pasti belum didapatkan tentang pengertian itu. Itu disebabkan karena sukarnya membatasi bidang study antara bidang pendidikan dan bidangs osiologi, kurangnya penelitian dalam bidnag ini.
Konsep mengenai pengertian sosiologi pendidikan Islam seperti dalam buku sosiologi pendidikan (Prof. Dr. S. Nasution, M.A) kami menemukan sosiologi pendidikan yaitu ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk memperoleh perkembangan kepribadian individu yang lebih baik. Sosiologi pendidikan adalah analisis ilmiah atau proses social dan pola-pola social yang terdapat dalam system pendidikan. Sosiologi pendidikan Islam adalah spesialisasi dalam ilmu sosiologi yang mengkaji sikap dan tingkah laku masyarakat yang terlibat dalam sektor pendidikan Islam.

Ada bebrapa unsur aktifitas pendidikan, aktifitas pendidikan tidak berlangsung bila tidak ada unsur pendidikan. Pertama yang memberi dan yang menerima, kedua unsur belum menjadi sama pendidikan bila belum ada unsur ketiga yaitu berniat baik dari yang memberi bagi yang perkembangan atau kepentingan yang menerima. Agar anak pandai, agar orang menjadi ahli, agar orang berkepribadian luhur. TujuanBangunan teoritis kepandidikan Islam itu akan berdiri tegak di atas pondasi pandangan dasar yang telah digariskan oleh Tuhan dalam kitab suci wahyu. Wahyunya dalam kitab suci terus berkembang sesuai dengan tuntutan masyarakat yang menuju masa depan yang maju dan sejahtera apabila Islam telah diyakini dan diamalkan betul oleh umat manusia maka Islam dapat digunakan sebagai sarana pem  berdayaan manusia yang bersifat Islami. Walaupun masyarakat sekarang beraneka ragam kultur dan strukturnya.

B. SEBAB-SEBAB MUNCULNYA SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Berkembangnya ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad ke-17 M), turut berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat, ciri-ciri ilmiah mulai tampak di abad ini. Para ahli di zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia. Pemikiran dan perhatian intelektual terhadap masalah-masalah serta isu-isu yang berhubungan dengan sosiologi sudah lama berkembang sebelum sosiologi itu lahir sebagai disiplin Ilmu. Para ahli filsafat pencerahan (Enligtenment) pada abad ke- 18 sudah menekankan peranan akal budi yang potensial dalam memahami perilaku manusia dan dalam memberikan landasan untuk hokum-hukum dan organisasi Negara. Pemikiran mereka lebih ditekankan pada dobrakan utama terhadap pemikiran abad pertengahan yang bergaya skolastik atay dogmatis dimana perilaku manusia dan organisasi masyarakat itu sudah dijelaskan dalam hubungannya dengan kepercayaan-kepercayaan agama.
Sejarawan dan filsuf sosial islam Tunisia, Ibn Khaldun (1332-1406), sudah merumuskan suatu model tentang suku bangsa nomaden yang keras dan masyarakat-masyarakat halus yang bertipe menetap dalam suatu hubungan yang kontras . Karya Ibn Khaldun tersebut dituangkan dalam bukunya yang berjudul Al-Muqoddimah tentang sejarah dunia dan sosial budaya yang dipandang sebagai karya besar di bidang tersebut . Dari kajiannya tentang watak masyarakat manusia, Khaldun menyimpulkan bahwa kehidupan nomaden lebih dahulu ada dibanding kehidupan kota dan masing-masing kehidupan ini memiliki karakteristik tersendiri. Menurut pengamatannya, polotik tidak akan timbul kecuali dengan penaklukan, dan penaklukan tidak akan terealisasi kecuali dengan solidaritas. Lebih jauh lagi, ia mengemukakan bahwa kelompok yang terkalahkan selalu senang mengekor ke kelompok yang menang, baik dalam selogan, pakaian, kendaraan, dan tradisi. Selain itu, salah satu watak seorang raja adalah sikapnya yang menggemari kemewahan, kesenangan, dan kedamaian. Dan apabila hal-hal ini semuanya mewatnai sebuah Negara maka Negara itu akan masuk dalam masa senja. Dengan demikian kebudayaan ttu adalah tujuan masyarakat manusia dan akhir usia senja . pendapat Khaldun tentang watak-watak masyarakat manusia dijadikannya sebagai landasan konsepsinya bahwa kebudayaan dalam berbagai bangsa berkembang melalui empat fase, yaitu fase primitive atau nomaden, fase urbanisasi, fase kemewahan, dan fase kemunduran yang mengantarkan kehancuran. Kemudian keempat perkembangan ini oleh Ibn Khaldun sering disebut dengan fase pembangunan, pemberi kabar gembira, penurut, dan penghancur.
Model masyarakat yang Khaldun gambarkan mengenai tipe-tipe social dan perubahan sosial diwarnai oleh warisan khusus dari pengalaman dunia gurun pasir di Jazirah Arab. Tujuannya tidak hanya untuk memberikan suatu derskripsi historis mengenai masyarakat-masyarakat Islam Arab, tetapi untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum atau hukum-hukum yang mengatur dinamika masyarakat dan proses perubahan social secara keseluruhan. Semangat atau sikap ilmiahnya dalam menganalisis sosial budaya, pada umumnya mendekati bentuk peneelitian ilmiah modern, dan isinya secara substantive dapat disejajarkan dengan teori social modern. Namun demikian, karya Khaldun sudah banyak diabaikan oleh para ahli teori social di Eropa dan Amerika, mungkin antara lain karena dunia Arab saat itu mulai mundur, sedangkan Eropa dan Amerika semakin mendominasi .
Kelahiran sosiologi, lazimya dihubungkan dengan seorang ilmuwan Perancis bernama Auguste Comte (1798-1857), yang dengan kreatif telah menyusun sintesa berbagai macam aliran pemikiran, kemudian mengusulkan untuk mendirikan ilmu tentang masyarakat dengan dasar filsafat empiris yang kuat. Ilmu tentang masyarakat itu pada awalnya Auguste Comte diberi nama “social physics” (fisika sosial), kemudian dirubahnya sendiri dengan “sociology” karena istilah fisika sosial tersebut dalam waktu yang bersamaan digunakan oleh seorang ahli statistik sosial Belgia bernama Adophe Quetelet.
Banyaknya ahli sepakat bahwa banyak faktor yang melatarbelakangi kelahiran sosiologi adalah karena adanya krisis-krisis yang terjadi di dalam masyarakat. Misalnya, Laeyendecker mengaitkan kelahiran sosiologi dengan serangkaian perubahan dan krisis yang terjadi di Eropa Barat. Proses perubahan dan krisis yang diidentifikasi Laeyendecker adalah tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15, perubahan-perubahan di bidang sosial-politik, perubahan berkenaan dengan reformasi Martin Luther, meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan modern, berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, dan revolusi industri pada abad ke-18, serta terjadinya Revolusi Perancis. Sosiologi acapkali disebut sebagai “ilmu keranjang sampah” (dengan nada memuji), karena membahas ikhwal atau masalah yang lebih banyak terfokus pada problem kemasyarakatan yang timbul akibat krisis-krisis sosial yang terjadi.
Sejak awal kelahirannya, sosiologi banyak dipengaruhi oleh filsafat sosial. Tetapi, berbeda dengan filsafat sosial yang banyak dipengaruhi ilmu alam dan memandang masyarakat sebagai “mekanisme” yang dikuasai hukum-hukum mekanis, sosiologi lebih menempatkan warga masyarakat sebagai individu yang relatif bebas. Para filsuf sosial, seperti Plato dan Aristoteles, umumnya berkeyakinan bahwa seluruh tertib dan keteraturan dunia dan masyarakat langsung berasal dari suatu tertib dan keraturan yang adimanusiawi, abadi, tidak terubahkan, dan ahistoris. Sementara sosiologi justru mempertanyakan keyakinan lama dari para filsuf itu, dan sebagai gantinya muncullah keyakinan baru yang dipandang lebih mencerminkan realitas sosial yang sebenarnya. Para ahli sosiologi telah menyadari bahwa bentuk kehidupan bersama, adalah ciptaan manusia itu sendiri. Bentuk-bentuk masyarakat, gejala pelapisan sosial, dan pola-pola interaksi yang berbeda, sekarang lebih dilihat sebagai hasil inisiatif atau hasil kesepakatan manusia itu sendiri.
Sosiologi mulai memperoleh bentuk dan diakui eksistensinya sekitas abad ke-19, tidaklah berarti bahwa baru pada waktu itu orang memperoleh tentang bagaimana masyarakat dan interaksi sosial. Jauh sebelum Auguste Comte memproklamirkan kehadiran sosiologi, orang-orang telah memiliki pengetahuan tentang kehidupannya yang diperoleh dari pengalamannya. Namun, karena belum dirumuskan dengan metode yang mantap, pengetahuan mereka disebut pengetahuan sosial, bukan pengetahuan ilmiah. Kemudian Auguste Comte menulis buku-buku tentang berbagai pendekatan umum untuk mempelajari masyarakat. Dia berpendapat bahwa ilmu pengetahuan mempunyai urutan tertentu berdasarkan logika dan setiap penelitian dilakukan melalui tahap-tahap tertentu untuk mencapai tahap akhir, tahap ilmiah. Nama yang diberikan tatkala itu pada ilmu yang baru tersebut pada tahun 1839 adalah “Sosiology” yang berasal dari bahasa Latin socius yang berarti “kawan” dan bahasa Yunani logos yang berarti “kata” atau “berbicara”. Jadi Sosiologi berarti “berbicara mengenai masyarakat”.
Perubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangasawan dan kaum Rohaniwan yang semula bergemilang harta dan kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang di tetapkan. Banyak kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah.
Revolusi Perancis berhasil mengubah struktur masyarakat feodal ke masyarakat yang bebas. Gejolak abad revolusi itu mulai menggugah para ilmuwan pada pemikiran bahwa perubahan masyarakat harus dapat dianalisis. Mereka telah menyakikan betapa perubahan masyarakat yang besar telah membawa banyak korban berupa perang, kemiskinan, pemberontakan dan kerusuhan. Bencana itu dapat dicegah sekiranya perubahan masyarakat sudah diantisipasi secara dini. Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan pandangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar dalam masyarakat. Artinya:
 Perubahan masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan dapat diketahui penyebab dan akibatnya. Harus dicari metode ilmiah yang jelas agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal.Dengan metode ilmiah yang tepat (penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan perumusan teori berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi muncul pertama kalinya).
Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan. Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern. Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologi. Keadaaan semacam itu tidak sekedar melanda dalam sosilogi sebab sampai menjelang pertengahan abad ke-19 hampir semua ilmu pengetahuan yang dikenal sekarang ini pernah menjadi bagian dari filsafat dunia barat yang berperan sebagai induk dari ilmu pengetahuan. Pada waktu itu, filsafat mencakup segala usaha-usah pemikiran mengenai masyarakat. Lama-kelamaan, dengan perkembanmgan jaman dan tumbuhnya peradapan manusia, berbagai ilmu pengetahuan yang semula tergabung dalam filsafat memiskinkan diri dan berkembang mengejar tujuan masing-masing. Astronomi (ilmu tentang perbintangan), dan fisika (ilmu alam) merupakan cabang-cabang filsafat yang paling awal memisahkan diri, kemudian diikuti oleh ilmu kimia, biologi, dan geologi. Pada abad ke-19 kemudian muncul dua imu pengetahuan baru, yaitu sosiologi dan psikologi. Begitu juga Astronomi yang pada mulanya merupakan bagian dari filsafat yang bernamakan kosmologi, sedangkan alamiah menjadi fisika, filsafat kejiwaan menjadi psikologi, dan filsafat social menjadi sosiologi.
Kata atau istilah ”sosiologi” pertama-tama muncul dalam salah satu jilid karya tulis Auguste Comte (1978 – 1857) yaitu di dalam tulisannya yang berjudul ”Cours de philosophie Positive.” Oleh Comte, istilah sosiologi tersebut disarankan sebagai nama dari suatu disiplin yang mempelajari ”masyarakat” secara ilmiah. Dalam hubungan ini, ia begitu yakin bahwa dunia sosial juga ”berjalan mengikuti hukum-hukum tertentu” sebagaimana halnya dunia fisik atau dunia alam. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang memfokuskan kajiannya pada relasi dalam masyarakat. Ilmu ini lahir pada saat-saat terakhir perkembangan ilmu pengetahuan (Science). Oleh karena itu, dalam sejarah perkembangannya sosiologi didasarkan pada kemajuan-kemajuan yang telah dicapai ilmu pengetahuan lain yang telah berkembangan lebih dahulu. Istilah sosiologi pertama kali muncul dan digunakan oleh Auguste Comte (1798-1857) untuk memberi nama suatu disiplin ilmu yang mempelajari masyarakat. Kemudian pemikiran tersebut dikembangkan lagi oleh Herbert Spencer (1982-1903) dan Emile Durkheim (1858-1917).
Thomas Hobbes (1588-1697) dan Spinoza (1632-1677) memakai istilah “Fisika Sosial” di dalam menelaah realitas kehidupan sosial manusia. Menurutnya, kehidupan bersama pada dasarnya muncul (berasal) dari dorongan-dorongan aktif dalam diri manusia. Dorongan itu pada hakikatnya adalah mengarah kepada individualisme ekstrem di mana tiap orang adalah lawan orang lain. Akan tetapi, di lain pihak, harus diyakini bahwa terdapat dorongan lainnya, yaitu adanya pengaruh akal budi. Sifat asali akal budi ini berfungsi sebagai penyeimbang yang dapat membuat manusia mencari upaya untuk mencapai kesepakatan dan bentuk-bentuk hidup bersama berdasarkan atas kewajiban-kewajiban yang diakui bersama pula. Kemudian Montesquieu (1689-1755), yang melakukan telaah terhadap kehidupan masyarakat dari sudut pandang hidup bermasyarakat menurut segi hukum-hukum. Antara lain, dia mengajarkan bahwa: a. hukum-hukum yang berlaku di suatu masyarakat menyatakan dan membuktikan cara berpikir dan bertindak suatu bangsa pada umumnya. bentuk pemerintahannya berakar pada ciri-ciri itu; b. lembaga-lembaga sosial, khususnya pemerintah, menjadi akibat keharusan hukum tertentu yang tak terhindari; c. hukum-hukum yang berlaku di suatu masyarakat diisyaratkan oleh pelbagai faktor iklim, tanah, agama, dan lain-lain.
Atas dasar pengaruh pemikiran tersebut, maka sejak akhir abad ke-19 sosiologi mulai dikembangkan sebagai ilmu atau sains yang sejajar dengan ilmu-ilmu positif atau empirik lainnya. Orang yang mula-mula menyebut nama “Sosiologi” adalah Auguste Comte (1798-1857). Dahulu ia sendiri memakai nama “Fisika Sosial” dengan maksud untuk menegaskan bahwa ilmu masyarakat sebangsa dengan natural science. Walaupun dalam praktiknya dan karangan-karangannya Comte masih bersifat spekulatif dan deduktif. Oleh karena sifat yang demikian, ia ditentang oleh seorang sosiologi berkebangsaan Italia Vilfredo Pareto (1848-1923). Karya Pareto sendiri memang bersifat ilmiah-positif, tetapi untuk sebagian besar termasuk “Psikologi Sosial”. Banyak sosiolog berpendapat bahwa sebetulnya Emile Dukheim (1857-1917) harus diberi gelar “Bapak Sosiolog”, sedangkan Auguste Comte berstatus sebagai Godfathernya. Maksudnya gagasan sosiologi sebagai ilmu positif berasal dari Comte, tetapi penerapan gagasan itu lebih lanjut dilakukan oleh Durkheim. Untuk pertama kali dalam bukunya yang berjudul “Bunuh diri” (Suicide), Durkheim memakai metode penelitian dan analisis yang kuantitatif, dan peralatan konseptual yang disusun ke dalam teori. Di samping itu, ia membentuk dan merintis juga sosiologi ilmiah dengan memakai riset yang historis dan kualitatif. Ia menggali baik masalah-masalah teori yang mendasari studi organisasi sosial manusia, maupun masalah-masalah metodelogi. Fenomena yang dipelajari sosiologi adalah “fakta sosial”. Kata “Fakta” berarti “kenyataan obyektif yang dapat diamati dan harus diolah sama seperti “fakta alam”.
Durkheim membawa pandangannya ini dalam buku The Rules of Sociology Method (1895). Selama hidupnya ia tidak menduga bahwa di masa mendatang justru permasalahan metoda itu akan mengganggu dan menyibukkan sosiologi. Apakah betul bahwa status fenomena sosial sama dengan fenomena alam? Apakah perilaku sosial manusia dapat diterjemahkan ke dalam bahasa matematika (angka-angka) seperti halnya dengan kejadian-kejadian alam? Apa yang dilakukan Durkheim tersebut bermula sejak abad ke-19, di mana Auguste Comte berpendapat bahwa ilmu pengetahuan mempunyai urutan-urutan tertentu berdasarkan logika dan bahwa setiap penelitian dilakukan melalui tahapan tertentu dan kemudian mencapai tahap akhir. Lebih lanjut, Comte juga berpendapat bahwa penelitian terhadap masyarakat adalah suatu ilmu tentang masyarakat yang berdiri sendiri.
August Comte adalah seorang bapak sosiologi dunia yang menanamkan dasar-dasar sosiologi yang kuat. Beberapa buku sosiologi telah ditulisnya, dan yang paling terkenal adalah Positive Psychology. Dari beberapa buku yang telah ditulisnya berkaitan dengan pendekatan-pendekatan untuk mempelajari masyarakat. Setengah abad kemudian, sosiologi berkembang dengan cepat dalam abad 20, terutama di kawasan Perancis, Jerman, dan Amerika. Sosiologi sangat berpengaruh setelah dikembangkan oleh beberapa ahli diantaranya adalah, Karl Max (Jerman), Vil Fredo Pareto (Itali), Pitirin A. Sorotin (Rusia), Laster F. Word (USA). Lester Frank Word (1841-1913) adalah salah seorang pelopor sosiologi di Amerika Serikat yang dianggap sebagai pencetus gagasan tentang lahirnya sosiologi pendidikan. Gagasan ini tersusun dalam karyanya Applied Sociology (sosiologi terapan) yang khusus mempelajari perubahan-perubahan masyarakat karena usaha manusia. Menurutnya, kekuatan dinamis dalam gejala sosial adalah perasaan yang terdiri dari beberapa keinginan dan beberapa kepentingan. Perasaan merupakan kekuatan individu karena interaksi, kemudian berubah menjadi kekuatan sosial. Dari kekuatan sosial tersebut mempunyai kekuatan untuk menggerakkan kecakapan-kecakapan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
Gagasan Lester Frank Word tersebut dikembangkan oleh John Dewey(1859-1852) sebagai ahli pendidikan dan sekaligus pelopor sosiologi pendidikan. Dalam karya termasyhurnya yang berjudul Schol and Society yang terbit pada tahun 1899, menekan sekolah sebagai institusi sosial. Ia memandang bahwa hubungan antara lembaaga pendidikan dan masyarakat sangat penting. Dewey meneliti tentang kehidupan anak-anak kota yang tampak acuh dan buta terhadap produk yang dimanfaatkan setiap hari, seperti pakaian, gas, peralatan rumah tangga, dan sebagainya, mereka hanya tinggal memakai tanpa tahu bagaimana cara membuatnya. Kondisi yang seperti ini dapat diperbaiki melalui dengan jembatan lembaga pendidikan.
Salah seorang tokoh penting dalam khazanah perkembangan sosiologi pendidikan adalah Emile Durkheim (1858-1917) terutama pandangannya terhadap pendidikan sebagai suatu social thing (ikhtisar sosial). Atas dasar pandangan ini beliau mengatakan bahwa “pendidikan itu bukanlah hanya satu bentuk, baik dalam artian ideal maupun aktualnya, tetapi bermacam-macam. Keragaman bentuk dimaksud sebenarnya mengikuti banyaknya perbedaan lingkungan di masyarakat sendiri”. Dalam perkembangan selanjutnya, Menheim sebagai sosiolog yang memasuki dan menekuni dunia pendidikan, memandang bahwa pendidikan adalah sebagai salah satu elemen dinamis dalam sosiologi. Ia nyatakan dalam statemennya yang menyebutkan bahwa “ahli sosiologi tidak memandang pendidikan semata-mata sebagai alat merealisasikan cita-cita abstrak suatu kebudayaan atau sebagai alat transfer keahlian teknis, akan tetapi sebagai suatu bagian dalam proses mempengaruhi manusia”. Terlebih lagi jika pendidikan dihadapkan kepada kecenderungan perkembangan masyarakat yang sangat beragam sesuai dengan tahap pertumbuhannya.
Seperti dinyatakan Max Weber (1864-1920) bahwa pendidikan pada masyarakat dan tahap atau sebagai alat transfer keahlian teknis, akan tetapi sebagai suatu bagian dalam proses mempengaruhi manusia”. Terlebih lagi jika pendidikan dihadapkan kepada kecenderungan perkembangan masyarakat yang sangat beragam sesuai dengan tahap pertumbuhannya. Seperti dinyatakan Max Weber (1864-1920) bahwa pendidikan pada masyarakat dan tahap perkembangannya sangat beragam. Keadaan dan peran pendidikan pada masyarakat praindustri jauh berbeda dengan masyarakat modern dewasa ini. Bila pendidikan pada masyarakat praindustri menempatkan orang pada status sosial tertentu, pendidikan pada masyarakat maju justru merupakan alat untuk mobilitas sosial vertikal. Menurut Menheim penggunaan pendekatan sosiologis terhadap permasalahan-permasalahan pendidikan, tidak saja dapat membawa nilai positif di dalam perumusan tujuan pendidikan, akan tetapi dapat pula membantu pada pengembangan konten dan metodologi. Dalam perkembangan selanjudnya, mulai tahun 1938-1947 sosiologi pendidikan mengalami kemandegan. Faktor penyebabnya adalah sosiologi pendidikan yang digantikan oleh kuliah-kuliah dalam sosiologi. Dengan alasan bahwa bagi pendidikan guru lebih berguna bila diberi sosiologi dari pada diberi kuliah khusus mengenai sosiologi pendidikan. Pada masa-masa stagnan ini, yang dapat dilakukan hanya review of educational research pada tahun 1940.
Untuk membangkitkan kembali sosiologi pendidikan, maka pada tahun 1943 sampai dengan 1945, Institut sosiologi di London menyelenggarakan konferensi-konferensi tentang sosiologi dan pendidikan. Berkat konferensi tersebut, pada tahun-tahun berikutnya muncul begitu banyak buku pendidikan yang diwarnai sudut pandang sosiologi. Clarke menerbitkan buku berjudul Freedom in the Educative Sociology pada tahun 1948. Kemudian pada tahun 1950 WAC. Steward menulis artikel penting yang dimuat pada Sociological Review, dengan judul Philosophy and Sociology in The Training of Teacher, dimana artikel ini dijadikan dasar pertimbangan dalam menetapkan kurikulum pendidikan guru.Dalam artikelnya, steward menggunakan istilah-istilah yang biasa digunakan untuk sosiologi pendidikan, seperti sociological approach to education, educational sociology, dan sociology of education.Pada tahun 1960 sosiologi mendapat perhatian yang luar biasa. Para mahasiswa melimpah ruah, perekonomian melaju naik, dan pembaharuan dapat diraih melalui proses politik yang ada. Pada tahun 1965 partai buruh di Inggris mempercepat proses peralihan yang lamban ini ke arah pendidikan yang lebih komprehensif dalam rangka untuk menghilangkan ketidaksamaan kesempatan.
Sosiologi pendidikan dikuliahkan pertama kali oleh Henry Suzzalo tahun 1910 di Teacher College, Universitas Columbia. Tetapi baru tahun 1917 terbit texbook sosiologi pendidikan yang pertama kali karya Walter R. Smith dengan judul “Introduction to Educational Sosiologi”. Pada tahun 1916 di Universitas New York dan Columbia didirikan Jurusan Sosiologi Pendidikan. Himpunan untuk studi sosiologi pendidikan dibentuk pada konggres Himpunan Sosiologi Amerika dalam tahun 1923. sejak tahun itu diterbitkan buku tahunan sosiologi pendidikan. Pada tahun 1928 terbitlah The Journal of Educational Sosiology di bawah pimpinan E. George Payne. Majalah Sosial Education mulai terbit dalam tahun 1936. sejak tahun 1940 dalam Review of Educational Research dimuat pula artikel-artikel yang mempunyai hubungan dengan sosiologi pendidikan. Selama 40 tahun perkembangan sosiologi pendidikan berjalan lambat, tapi kokoh dan pasti. Semula hanya buku “Educational Sosiology” yang menjadi “Sosiology of Education”. Kemudian sejumlah buku sosiologi pendidikan yang ditulis bermunculan, seperti “An Introduction to Education Sosiology”, “Foundation of Education Sosiology”, “Sosiology of Teaching”, “The Teacher and Society”. Perkembangan sosiologi pendidikan di Inggris, ketika diangkatnya Clarke sebagai Direktur Pendidikan Tinggi Kependidikan di London. Dia sangat yakin bahwa konstribusi sosiologi kepada pendidikan sangatlah besar. Dan kemdian ia menegaskan bahwa titik pijak sosiologi supaya diaplikasikan dalam dunia pendidikan
Vembriarto menegaskan bahwa sosiologi pendidikan sebagai salah satu cabang dari sosiologi khusus dapat diartikan sebagai sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental yang memusatkan perhatian pada penyelidikan daerah yang saling dilingkupi antara sosiologi dengan ilmu pendidikan. Tugas dari sosiologi pendidikan adalah melakukan penelitian dalam bidang pendidikan, terutama dalam kaitan dengan struktur dan dinamika proses pendidikan. Pengertian struktur adalah teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian, dan interelasinya dengan tata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika adalah proses sosio dan kultural, proses perkembangan kepribadian dalam hubungannya dengan proses pendidikan. Menurut pendapat Drs. Ary H. Gunawan, bahwa sejarah sosiologi pendidikan terdiri dari 4 fase, yaitu:
a. Fase pertama, dimana sosiologi sebagai bagian dari pandangan tentang kehidupan bersama filsafat umum. Pada fase ini sosiologi merupakan cabang filsafat, maka namanya adalah filsafat sosial.
b. Dalam fase kedua ini, timbul keinginan-keinginan untuk membangun susunan ilmu berdasarkan pengalaman-pengalaman dan peristiwa-peristiwa nyata (empiris). Jadi pada fase ini mulai adanya keinginan memisahkan diri antara filsafat dengan sosial.
c. Sosiologi pada fase ketiga ini, merupakan fase awal dari sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri. Orang mengatakan bahwa Comte adalah “bapak sosiologi”, karena ialah yang pertama kali mempergunakan istilah sosiologi dalam pembahasan tentang masyarakat. Sedangkan Saint Simon dianggap sebagai “perintis jalan” bagi sosiologi. Ia bermaksud membentuk ilmu yang disebut “Psycho-Politique”. Dengan ilmu tersebut Saint Simon dan juga Comte mengambil rumusan dari Turgot (1726-1781) sebagai orang yang berjasa terhadap sosiologi, sehingga sosiologi menjadi tumbuh sendiri.
d. Pada fase yang keempat ini, ciri utamanya adalah keinginan untuk bersama-sama memberikan batas yang tegas tentang obyek sosiologi, sekaligus memberikan pengertian-pengertian dan metode-metode sosiologi yang khusus. Pelopor sosiologi yang otonom dalam metodenya ini berada pada akhir abad 18 dan awal 19 antara lain adalah Fiche, Novalis, Adam Muller, Hegel, dan lain-lain.

C. TUJUAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Dalam bab di atas kita telah mengetahui sebab-sebab munculnya sosiologi pendidikan, tentunya bukan tanpa tujuan. Adapun konsep tujuan dari sosiologi pendidikan ialah sebagai berikut:
1.Sosiologi pendidikan Islam sebagai proses sosialisasi Dalam hal ini sosiologi pendidikan Islam mengutamakan proses bagaimana kelompok social masyarakat mempengaruhi kelakuan individu. Dengan bermacamnya kultur dan struktur diharapkan dengan pendidikan Islam merupakan wadah bagi individu dalam memperoleh pengalamannya.
2.Sosilogi pendidikan Islam sebagai analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat. pada poin ini lebih mengutamakan fungsi lembaga pendidikan Islam diadakan masyarakat dan hubungan sekolah dengan masyarakat yang terdiri dari beberapa aspek. Apabila pendidikan Islam tidak dapat menempatkan diri dalam masyarakat yang berbeda-beda kulturnya maka manusia tidak sesuai cita-cita Islam yang mencerminkan hakikat Islam tidak bisa terwujud.
3.Sosiologi pendidikan Islam sebagai anilisis social di sekolah dan antara sekolah dan masyarakat. Diharapka terjadinya hubungan antara orang-orang dalam sekolah dengan masyarakat lingkungan sekolah. Peranan social tenaga sekolah dengan masyarakat sekitar sekolah.
4.Sosiologi pendidikan Islam sebagai alat kemajuan perkembagan social Pendidikan Islamn sebagai disiplin ilmu dapat melestarikan dan memajuakan tradisi budaya moral yang Islami sehingga terwujud komunikasi social dalam masyarakat dan membawa kebudayaan kepuncak yang setinggi-tingginya.
5.Sosiologi pendidikan Islam sebagai dasar menentukan tujuan pendidikan  Diharapakan pendidikan Islam mampu mendasari jiwa generasi muda dengan iman dan takwa serta berilmu pengetahuan sehingga dapat memotivasi daya kreativitasnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang sesuai al-Quran.
6.Sosiologi pendidikan Islam sebagai sosiologi terapan Sosiologi pendidikan dianggap bukan ilmu yang murni akan tetapi sebuah ilmu yang diterapakan untuk mengendalikan pendidikan antara sosiologi dengan pendidikan Islam dipadukan dengan menerapkan prinsip-prinsip sosiologi pada seluruh pendidikan.
7.Sosiologi pendidikan Islam sebagai latihan bagi petugas pendidikan agar para pendidik memahani betul masyarakat dan latar belakang social mengajarnya agar selara dan dapat menjawab sesuai dengan tujuan pendidikan Islam. Prinsip-prinsip pendidikan islam sebagai disiplin ilmu  Sebagai disiplin ilmu, pendidikan islam bertugas mengilmiahkan wawasan tentang kependidikan yang terdapat dalam sumber-sumber pokok dengan bantuan dari penapat para ulama/ilmuan muslim. Nilai-nilai ketuhanan berada di atas nilai-nilai keilmiahan an ilmu pengetahuan. Agama islam bukan ilmu pengetahuan karena bukan ciptaan budaya manusia. Agama islam adalah agama Tuhan yang diturunkan kepada umat manusia melalui rasul-Nya untuk dijadikan pedoman hidup dan harus diyakini kebenarannya. Ada tiga komponen yang harus dibaca dalam pendidikan islam, yaitu;
1.Tujuan pendidikan islam harus dirumuskan dan ditetapkan secara jelas dan sma bagi seluruh umat islam sehingga bersifat universal.
2.Metode pendidikan islam yang kita ciptakan harus efektif dalam proses pencapaian tujuan pendidikan itu sendiri.
3.Konsepsi al-Quran tentang ilmu pengetahuan tidak membeda-bedakan antaran ilmu pengetahuan agama dan ilmu umum. Kedua ilmu tersebut tidak dapat terpisahkan karena ilmu pengetahuan merupakan manifestasi dari ilmu pengetahuan yang satuy yaitu  ilmu pengetahuan Allah yang tercantum dalam al-Quran. Tujuan pendidikan islam Pendidikan islam berhubungan erat dengan agama islam itu sendiri, lengkap dengan akidah, syariah, dan system kehidupannya. Keduanya ibarat dua jalur yang berjalan di atas jalur yang seimbang, baik dari segi tujuan maupun rambu-rambunya yang disyariat bagi hamba Allah yang membekali diri dengan takwa, ilmu, hidayah, serta akhlak untuk menempuh perjalanan hidup. “berbekallah, karena sebaik-baik bekal adalah takwa.(Q.s. al-Baqarah,2:197) Hubungan antara pendidikan islam dan agama islam dapat digambarkan dalam pokok-pokok sebagai berikut:
a.Agama islam menyeru manusia agar beriman dan bertakwa. Pendidikan islam berupaya menamkan ketakwaan itu dan mengembangkan agar bertambah terus sejalan dengan pertambahan ilmu. Maka, bertakwalah kamu kepada allah menurut kesanggupanmu. (Q.S. al-Taghabun, 64:16) Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu.(Q.S. al- Baqarah, 2: 282)
b.Agama islam menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dan menyeru manusia agar berfikir tentang kerajaan Allah. Sedangkan pendidikan islam dibangun di atas ilmu dan pengetahuan. Ya tuhan kami utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada engkau ayat-ayat engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab(al-Quran) dan al- Hikmah (al-Sunah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya engkaulah maha perkasa lagi maha bijaksana.(Q.S.al-Baqarah, 2:129) 
c.Agama islam menetapkan amal shalih bahwa iman selalu diwujudkan dengan amal salih tersebut. Hampir semua ayat yang menyebut orang yang beriman selalu diikuti dengan amal salih. Dalam pendidikan islam menekankan pentingnya belajar dengan jalan berbuat (learning by doing); bukan sekedar menghafal teori dan pengetahuan yang tidak membimbing orang untuk tidak melakukan perbuatan baik di berbagai lapangan hidup. ….dan sesunggunya manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. (Q.S. al-Najm, 53:39). Islam harus bisa mencerminkan ilmu-ilmu sains yang dibutuhkan oleh manusia karena antara religious dan ilmu sekuler tidak bias dipisah-pisahkan, semuanya harus dipelajari oleh umat manusia.

Pola kajian pendidikan islam di Indonesia. Kajian islam belum terorganisasi secara serius dan menyeluruh. Pola kajian pendidikan islam jauh tertinggal dan jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan ilmu kalam. Misalnya kajian ini langka dan dapat dikatakan bahwa pemikiran kepandidikan islam juga tidak berkembang sesuai apa yang diharapkan. Seiring perubahan pemikiran dan peradaban umat muslim kepada pendidikan islam semakin banyak. Mereka mengharapkan system pendidikan islam mampu membangun generasi muda ke arah masa depan yang lebih cerah.



BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1.      Konsep mengenai pengertian sosiologi pendidikan Islam seperti dalam buku sosiologi pendidikan (Prof. Dr. S. Nasution, M.A) kami menemukan sosiologi pendidikan yaitu ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk memperoleh perkembangan kepribadian individu yang lebih baik. Sosiologi pendidikan adalah analisis ilmiah atau proses social dan pola-pola social yang terdapat dalam system pendidikan. Sosiologi pendidikan Islam adalah spesialisasi dalam ilmu sosiologi yang mengkaji sikap dan tingkah laku masyarakat yang terlibat dalam sektor pendidikan Islam.
2.      Banyaknya ahli sepakat bahwa banyak faktor yang melatarbelakangi kelahiran sosiologi adalah karena adanya krisis-krisis yang terjadi di dalam masyarakat. Misalnya, Laeyendecker mengaitkan kelahiran sosiologi dengan serangkaian perubahan dan krisis yang terjadi di Eropa Barat. Proses perubahan dan krisis yang diidentifikasi Laeyendecker adalah tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15, perubahan-perubahan di bidang sosial-politik, perubahan berkenaan dengan reformasi Martin Luther, meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan modern, berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, dan revolusi industri pada abad ke-18, serta terjadinya Revolusi Perancis. Sosiologi acapkali disebut sebagai “ilmu keranjang sampah” (dengan nada memuji), karena membahas ikhwal atau masalah yang lebih banyak terfokus pada problem kemasyarakatan yang timbul akibat krisis-krisis sosial yang terjadi.
3.      1.Sosiologi pendidikan Islam sebagai proses sosialisasi Dalam hal ini sosiologi pendidikan Islam mengutamakan proses bagaimana kelompok social masyarakat mempengaruhi kelakuan individu. Dengan bermacamnya kultur dan struktur diharapkan dengan pendidikan Islam merupakan wadah bagi individu dalam memperoleh pengalamannya.
2.Sosilogi pendidikan Islam sebagai analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat. pada poin ini lebih mengutamakan fungsi lembaga pendidikan Islam diadakan masyarakat dan hubungan sekolah dengan masyarakat yang terdiri dari beberapa aspek. Apabila pendidikan Islam tidak dapat menempatkan diri dalam masyarakat yang berbeda-beda kulturnya maka manusia tidak sesuai cita-cita Islam yang mencerminkan hakikat Islam tidak bisa terwujud.
3.Sosiologi pendidikan Islam sebagai anilisis social di sekolah dan antara sekolah dan masyarakat. Diharapka terjadinya hubungan antara orang-orang dalam sekolah dengan masyarakat lingkungan sekolah. Peranan social tenaga sekolah dengan masyarakat sekitar sekolah.
4.Sosiologi pendidikan Islam sebagai alat kemajuan perkembagan social Pendidikan Islamn sebagai disiplin ilmu dapat melestarikan dan memajuakan tradisi budaya moral yang Islami sehingga terwujud komunikasi social dalam masyarakat dan membawa kebudayaan kepuncak yang setinggi-tingginya.
5.Sosiologi pendidikan Islam sebagai dasar menentukan tujuan pendidikan  Diharapakan pendidikan Islam mampu mendasari jiwa generasi muda dengan iman dan takwa serta berilmu pengetahuan sehingga dapat memotivasi daya kreativitasnya dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang sesuai al-Quran.
6.Sosiologi pendidikan Islam sebagai sosiologi terapan Sosiologi pendidikan dianggap bukan ilmu yang murni akan tetapi sebuah ilmu yang diterapakan untuk mengendalikan pendidikan antara sosiologi dengan pendidikan Islam dipadukan dengan menerapkan prinsip-prinsip sosiologi pada seluruh pendidikan.
7.Sosiologi pendidikan Islam sebagai latihan bagi petugas pendidikan agar para pendidik memahani betul masyarakat dan latar belakang social mengajarnya agar selara dan dapat menjawab sesuai dengan tujuan pendidikan Islam.


2 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

Foto saya
baron, Nganjuk/jawa timur, Indonesia
blogger ini dibuat untuk meningkatkan Dzikir Fikir Amal Shaleh