PENGERTIAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN
ISLAM DAN PENYEBAB MUNCULNYA SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM SERTA TUJUUAN
PENDIDIKAN ISLAM
MAKALAH
“SAJIAN PERTAMA”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah “SPI”
Dosen Pembimbing:
Drs. H. Athor Subroto, M. Si.
Disusun Oleh Kelompok I :
1.
Arif
Agus M.
2.
A.
Khoirul Amin
3.
Binti
Khoirotul Lailiyah
4.
Dewi
Mariyati
5.
Siti
Nur Azizah
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM “MIFTAHUL ‘ULA”
NGLAWAK
KERTOSONO NGANJUK
SEPTEMBER,
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Di era globalisasi ini pendidikan
sosiololigi sangatlah dibutuhkan, apalagi sosiologi pendidikan islam. Dalam
kaitannya dengan hubungan sosial di lingkungan maka pendidikan sosiologi
sangatlah dibutuhkan. Sebab hubungan sosial membahas adanya iteraksi atar
sesame manusia, sehingga perlu adanya pengetahuan tentang tujuan sosiologi
pendidikan. Selain itu dalam berinteraksi antar sesame manusia juga tidak boleh
melanggar aturan ataupun norma agama yang ada. Oleh karenanya perlu pula
pengetahuan tentang pendidikan agama.
Dari semua permasalahan itu maka
dibutuhkan suatu lembaga yang mampu memberikan pengajaran tentang hal – hal
tersebut. Lembaga tersebut bisa merupakan lembaga formal maupun nonformal.
Apabila lembaga formal maka lembaga tersebut adalah sekolah, maka sekolah atau
lembaga pendidikan tidak hanya mengajarkan tentang materi – materi pendidikan
saja melainkan juga mengajarkan bagaimana caranya berinteraksi sosial antar
sesama manusia dan interaksi tersebut juga tidak melanggar norma agama. Sedang
apabila pendidikan nonformal maka pendidikan itu bisa terjadi di
lingkungan sekitar tempat ia tinggal. Yaitu dengan cara mempelajari dari
lingkungan bagaimana cara orang – orang di sekitarnya itu berinteraksi.
Dari uraian tersebut di atas,
makalah ini akan membahas tentang apa pengertian sosiologi pendidikan islam,sebab munculnya sosiologi pendidikan, tujuan sosiologi pendidikan islam.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi
sosiologi pendidikan Islam?
2.
Apa penyebab munculnya sosiologi pendidikan Islam?
3.
Bagaimana tujuan sosiologi pendidikan Islam?
C.
TUJUAN PEMBAHASAN
1. Agar dapat
mengerti dan memahami definisi sosiologi pendidikan Islam.
2.
Agar dapat mengerti dan memahami penyebab munculnya sosiologi pendidikan Islam.
3.
Untuk mengerti dan memahami tujuan sosiologi pendidikan Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara harfiah atau etimologi
(definisi nominal), Sosiologi berasal dari bahasa Latin: Socius: teman, kawan,
sahabat, dan logos: ilmu pengetahuan. Sedangkan menurut terminologi, definisi
Sosiologi berdasarkan para pakar adalah sebagai berikut:
a. Sosiologi adalah studi tentang
hubungan antara manusia (human relationship). (Alvin Bertrand)
b. Sosiologi adalah suatu ilmu
pengetahuan yang mempelajari masyarakat sebagai keseluruhan, yakni hubungan
antara manusia dengan manusia, manusia dengan kelompok, kelompok dengan
kelompok, baik formal maupun material, baik statis maupun dinamis. (Mayor
Polak)
c.
Sosiologi adalah ilmu masyarakat umum. (P.J. Bouwman)
d. Sosiologi atau ilmu masyarakat
adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial. (Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi).
Jadi sosiologi itu adalah suatu ilmu
yang mempelajari suatu interaksi seseorang dengan orang lain dan lingkungan
masyarakat.
Menurut para ahli, definisi
sosiologi pendidikan adalah sebagai berikut:
(a)Menurut F.G. Robbins, sosiologi
pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki struktur dan
dinamika proses pendidikan. Struktur mengandung pengertian teori dan filsafat
pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya
dengantata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika yakni proses sosial dan
kultural, proses perkembangan kepribadian,dan hubungan kesemuanya dengan proses
pendidikan.
(b)Menurut H.P. Fairchild dalam
bukunya ”Dictionary of Sociology” dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah
sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang
fundamental. Jadi ia tergolong applied sociology.
(c)Menurut Prof. DR S.
Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikana dalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui
cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian
individu agar lebih baik.
(d)Menurut F.G Robbins dan Brown,
Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan
hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta
mengorganisasi pengalaman. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan sosial
serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
(e)Menurut E.G Payne, Sosiologi
Pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari
segi ilmu sosiologi yang diterapkan.
(f)Menurut Drs. Ary H. Gunawan,
Sosiologi Pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah
pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.
Dari beberapa defenisi di atas,
dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari
seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah
pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau
pendekatan sosiologis.
Sedangkan untuk mendefinisikan
tentang sosiologi pendidikan Islam masih banyak kesulitan secara pasti belum
didapatkan tentang pengertian itu. Itu disebabkan karena sukarnya membatasi
bidang study antara bidang pendidikan dan bidangs osiologi, kurangnya
penelitian dalam bidnag ini.
Konsep mengenai pengertian sosiologi
pendidikan Islam seperti dalam buku sosiologi pendidikan (Prof. Dr. S.
Nasution, M.A) kami menemukan sosiologi pendidikan yaitu ilmu yang berusaha
untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk memperoleh
perkembangan kepribadian individu yang lebih baik. Sosiologi pendidikan adalah
analisis ilmiah atau proses social dan pola-pola social yang terdapat dalam
system pendidikan. Sosiologi pendidikan Islam adalah spesialisasi dalam ilmu
sosiologi yang mengkaji sikap dan tingkah laku masyarakat yang terlibat dalam
sektor pendidikan Islam.
Ada bebrapa unsur aktifitas
pendidikan, aktifitas pendidikan tidak berlangsung bila tidak ada unsur
pendidikan. Pertama yang memberi dan yang menerima, kedua unsur belum menjadi
sama pendidikan bila belum ada unsur ketiga yaitu berniat baik dari yang
memberi bagi yang perkembangan atau kepentingan yang menerima. Agar anak
pandai, agar orang menjadi ahli, agar orang berkepribadian luhur.
TujuanBangunan teoritis kepandidikan Islam itu akan berdiri tegak di atas
pondasi pandangan dasar yang telah digariskan oleh Tuhan dalam kitab suci
wahyu. Wahyunya dalam kitab suci terus berkembang sesuai dengan tuntutan
masyarakat yang menuju masa depan yang maju dan sejahtera apabila Islam telah
diyakini dan diamalkan betul oleh umat manusia maka Islam dapat digunakan
sebagai sarana pem berdayaan manusia yang
bersifat Islami. Walaupun masyarakat sekarang beraneka ragam kultur dan
strukturnya.
B. SEBAB-SEBAB MUNCULNYA SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Berkembangnya
ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad ke-17 M), turut berpengaruh
terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat, ciri-ciri ilmiah mulai tampak
di abad ini. Para ahli di zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai
perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia. Pemikiran dan
perhatian intelektual terhadap masalah-masalah serta isu-isu yang berhubungan
dengan sosiologi sudah lama berkembang sebelum sosiologi itu lahir sebagai
disiplin Ilmu. Para ahli filsafat pencerahan (Enligtenment) pada abad ke- 18
sudah menekankan peranan akal budi yang potensial dalam memahami perilaku
manusia dan dalam memberikan landasan untuk hokum-hukum dan organisasi Negara.
Pemikiran mereka lebih ditekankan pada dobrakan utama terhadap pemikiran abad
pertengahan yang bergaya skolastik atay dogmatis dimana perilaku manusia dan
organisasi masyarakat itu sudah dijelaskan dalam hubungannya dengan
kepercayaan-kepercayaan agama.
Sejarawan dan filsuf sosial islam
Tunisia, Ibn Khaldun (1332-1406), sudah merumuskan suatu model tentang suku
bangsa nomaden yang keras dan masyarakat-masyarakat halus yang bertipe menetap
dalam suatu hubungan yang kontras . Karya Ibn Khaldun tersebut dituangkan dalam
bukunya yang berjudul Al-Muqoddimah tentang sejarah dunia dan sosial budaya
yang dipandang sebagai karya besar di bidang tersebut . Dari kajiannya tentang
watak masyarakat manusia, Khaldun menyimpulkan bahwa kehidupan nomaden lebih
dahulu ada dibanding kehidupan kota dan masing-masing kehidupan ini memiliki
karakteristik tersendiri. Menurut pengamatannya, polotik tidak akan timbul
kecuali dengan penaklukan, dan penaklukan tidak akan terealisasi kecuali dengan
solidaritas. Lebih jauh lagi, ia mengemukakan bahwa kelompok yang terkalahkan
selalu senang mengekor ke kelompok yang menang, baik dalam selogan, pakaian,
kendaraan, dan tradisi. Selain itu, salah satu watak seorang raja adalah
sikapnya yang menggemari kemewahan, kesenangan, dan kedamaian. Dan apabila
hal-hal ini semuanya mewatnai sebuah Negara maka Negara itu akan masuk dalam
masa senja. Dengan demikian kebudayaan ttu adalah tujuan masyarakat manusia dan
akhir usia senja . pendapat Khaldun tentang watak-watak masyarakat manusia
dijadikannya sebagai landasan konsepsinya bahwa kebudayaan dalam berbagai
bangsa berkembang melalui empat fase, yaitu fase primitive atau nomaden, fase
urbanisasi, fase kemewahan, dan fase kemunduran yang mengantarkan kehancuran.
Kemudian keempat perkembangan ini oleh Ibn Khaldun sering disebut dengan fase
pembangunan, pemberi kabar gembira, penurut, dan penghancur.
Model masyarakat yang Khaldun gambarkan
mengenai tipe-tipe social dan perubahan sosial diwarnai oleh warisan khusus
dari pengalaman dunia gurun pasir di Jazirah Arab. Tujuannya tidak hanya untuk
memberikan suatu derskripsi historis mengenai masyarakat-masyarakat Islam Arab,
tetapi untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum atau hukum-hukum yang mengatur
dinamika masyarakat dan proses perubahan social secara keseluruhan. Semangat
atau sikap ilmiahnya dalam menganalisis sosial budaya, pada umumnya mendekati
bentuk peneelitian ilmiah modern, dan isinya secara substantive dapat
disejajarkan dengan teori social modern. Namun demikian, karya Khaldun sudah
banyak diabaikan oleh para ahli teori social di Eropa dan Amerika, mungkin
antara lain karena dunia Arab saat itu mulai mundur, sedangkan Eropa dan
Amerika semakin mendominasi .
Kelahiran sosiologi, lazimya dihubungkan
dengan seorang ilmuwan Perancis bernama Auguste Comte (1798-1857), yang dengan
kreatif telah menyusun sintesa berbagai macam aliran pemikiran, kemudian
mengusulkan untuk mendirikan ilmu tentang masyarakat dengan dasar filsafat
empiris yang kuat. Ilmu tentang masyarakat itu pada awalnya Auguste Comte
diberi nama “social physics” (fisika sosial), kemudian dirubahnya sendiri
dengan “sociology” karena istilah fisika sosial tersebut dalam waktu yang
bersamaan digunakan oleh seorang ahli statistik sosial Belgia bernama Adophe
Quetelet.
Banyaknya ahli sepakat bahwa banyak
faktor yang melatarbelakangi kelahiran sosiologi adalah karena adanya
krisis-krisis yang terjadi di dalam masyarakat. Misalnya, Laeyendecker
mengaitkan kelahiran sosiologi dengan serangkaian perubahan dan krisis yang
terjadi di Eropa Barat. Proses perubahan dan krisis yang diidentifikasi
Laeyendecker adalah tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15,
perubahan-perubahan di bidang sosial-politik, perubahan berkenaan dengan
reformasi Martin Luther, meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan
modern, berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, dan revolusi industri pada
abad ke-18, serta terjadinya Revolusi Perancis. Sosiologi acapkali disebut
sebagai “ilmu keranjang sampah” (dengan nada memuji), karena membahas ikhwal
atau masalah yang lebih banyak terfokus pada problem kemasyarakatan yang timbul
akibat krisis-krisis sosial yang terjadi.
Sejak awal kelahirannya, sosiologi
banyak dipengaruhi oleh filsafat sosial. Tetapi, berbeda dengan filsafat sosial
yang banyak dipengaruhi ilmu alam dan memandang masyarakat sebagai “mekanisme”
yang dikuasai hukum-hukum mekanis, sosiologi lebih menempatkan warga masyarakat
sebagai individu yang relatif bebas. Para filsuf sosial, seperti Plato dan Aristoteles,
umumnya berkeyakinan bahwa seluruh tertib dan keteraturan dunia dan masyarakat
langsung berasal dari suatu tertib dan keraturan yang adimanusiawi, abadi,
tidak terubahkan, dan ahistoris. Sementara sosiologi justru mempertanyakan
keyakinan lama dari para filsuf itu, dan sebagai gantinya muncullah keyakinan
baru yang dipandang lebih mencerminkan realitas sosial yang sebenarnya. Para
ahli sosiologi telah menyadari bahwa bentuk kehidupan bersama, adalah ciptaan
manusia itu sendiri. Bentuk-bentuk masyarakat, gejala pelapisan sosial, dan
pola-pola interaksi yang berbeda, sekarang lebih dilihat sebagai hasil
inisiatif atau hasil kesepakatan manusia itu sendiri.
Sosiologi mulai memperoleh bentuk dan
diakui eksistensinya sekitas abad ke-19, tidaklah berarti bahwa baru pada waktu
itu orang memperoleh tentang bagaimana masyarakat dan interaksi sosial. Jauh
sebelum Auguste Comte memproklamirkan kehadiran sosiologi, orang-orang telah
memiliki pengetahuan tentang kehidupannya yang diperoleh dari pengalamannya.
Namun, karena belum dirumuskan dengan metode yang mantap, pengetahuan mereka
disebut pengetahuan sosial, bukan pengetahuan ilmiah. Kemudian Auguste Comte
menulis buku-buku tentang berbagai pendekatan umum untuk mempelajari
masyarakat. Dia berpendapat bahwa ilmu pengetahuan mempunyai urutan tertentu
berdasarkan logika dan setiap penelitian dilakukan melalui tahap-tahap tertentu
untuk mencapai tahap akhir, tahap ilmiah. Nama yang diberikan tatkala itu pada
ilmu yang baru tersebut pada tahun 1839 adalah “Sosiology” yang berasal dari
bahasa Latin socius yang berarti “kawan” dan bahasa Yunani logos yang berarti
“kata” atau “berbicara”. Jadi Sosiologi berarti “berbicara mengenai
masyarakat”.
Perubahan yang terjadi akibat revolusi
benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun
rusak. Bangasawan dan kaum Rohaniwan yang semula bergemilang harta dan
kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa
penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang di tetapkan. Banyak
kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah.
Revolusi Perancis berhasil mengubah
struktur masyarakat feodal ke masyarakat yang bebas. Gejolak abad revolusi itu
mulai menggugah para ilmuwan pada pemikiran bahwa perubahan masyarakat harus
dapat dianalisis. Mereka telah menyakikan betapa perubahan masyarakat yang
besar telah membawa banyak korban berupa perang, kemiskinan, pemberontakan dan
kerusuhan. Bencana itu dapat dicegah sekiranya perubahan masyarakat sudah
diantisipasi secara dini. Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi
menguatkan pandangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar
dalam masyarakat. Artinya:
Perubahan
masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan
dapat diketahui penyebab dan akibatnya. Harus dicari metode ilmiah yang jelas
agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat
dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal.Dengan metode ilmiah yang tepat
(penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan perumusan teori
berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi
sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.Sosiologi modern
tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Mengapa
bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi muncul pertama
kalinya).
Pada permulaan abad ke-20, gelombang
besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya
pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya
kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar
masyarakat pun tak terelakkan. Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan
sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi
lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru
yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi
modern. Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern
cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan
masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang
muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan
masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya
penelitian (research) dalam sosiologi. Keadaaan semacam itu tidak sekedar
melanda dalam sosilogi sebab sampai menjelang pertengahan abad ke-19 hampir
semua ilmu pengetahuan yang dikenal sekarang ini pernah menjadi bagian dari filsafat
dunia barat yang berperan sebagai induk dari ilmu pengetahuan. Pada waktu itu,
filsafat mencakup segala usaha-usah pemikiran mengenai masyarakat.
Lama-kelamaan, dengan perkembanmgan jaman dan tumbuhnya peradapan manusia,
berbagai ilmu pengetahuan yang semula tergabung dalam filsafat memiskinkan diri
dan berkembang mengejar tujuan masing-masing. Astronomi (ilmu tentang
perbintangan), dan fisika (ilmu alam) merupakan cabang-cabang filsafat yang
paling awal memisahkan diri, kemudian diikuti oleh ilmu kimia, biologi, dan
geologi. Pada abad ke-19 kemudian muncul dua imu pengetahuan baru, yaitu
sosiologi dan psikologi. Begitu juga Astronomi yang pada mulanya merupakan
bagian dari filsafat yang bernamakan kosmologi, sedangkan alamiah menjadi
fisika, filsafat kejiwaan menjadi psikologi, dan filsafat social menjadi
sosiologi.
Kata atau istilah ”sosiologi”
pertama-tama muncul dalam salah satu jilid karya tulis Auguste Comte (1978 –
1857) yaitu di dalam tulisannya yang berjudul ”Cours de philosophie Positive.”
Oleh Comte, istilah sosiologi tersebut disarankan sebagai nama dari suatu
disiplin yang mempelajari ”masyarakat” secara ilmiah. Dalam hubungan ini, ia
begitu yakin bahwa dunia sosial juga ”berjalan mengikuti hukum-hukum tertentu”
sebagaimana halnya dunia fisik atau dunia alam. Sosiologi merupakan ilmu
pengetahuan yang memfokuskan kajiannya pada relasi dalam masyarakat. Ilmu ini
lahir pada saat-saat terakhir perkembangan ilmu pengetahuan (Science). Oleh
karena itu, dalam sejarah perkembangannya sosiologi didasarkan pada
kemajuan-kemajuan yang telah dicapai ilmu pengetahuan lain yang telah
berkembangan lebih dahulu. Istilah sosiologi pertama kali muncul dan digunakan
oleh Auguste Comte (1798-1857) untuk memberi nama suatu disiplin ilmu yang
mempelajari masyarakat. Kemudian pemikiran tersebut dikembangkan lagi oleh
Herbert Spencer (1982-1903) dan Emile Durkheim (1858-1917).
Thomas Hobbes (1588-1697) dan Spinoza
(1632-1677) memakai istilah “Fisika Sosial” di dalam menelaah realitas
kehidupan sosial manusia. Menurutnya, kehidupan bersama pada dasarnya muncul
(berasal) dari dorongan-dorongan aktif dalam diri manusia. Dorongan itu pada
hakikatnya adalah mengarah kepada individualisme ekstrem di mana tiap orang
adalah lawan orang lain. Akan tetapi, di lain pihak, harus diyakini bahwa
terdapat dorongan lainnya, yaitu adanya pengaruh akal budi. Sifat asali akal
budi ini berfungsi sebagai penyeimbang yang dapat membuat manusia mencari upaya
untuk mencapai kesepakatan dan bentuk-bentuk hidup bersama berdasarkan atas
kewajiban-kewajiban yang diakui bersama pula. Kemudian Montesquieu (1689-1755),
yang melakukan telaah terhadap kehidupan masyarakat dari sudut pandang hidup
bermasyarakat menurut segi hukum-hukum. Antara lain, dia mengajarkan bahwa: a.
hukum-hukum yang berlaku di suatu masyarakat menyatakan dan membuktikan cara
berpikir dan bertindak suatu bangsa pada umumnya. bentuk pemerintahannya
berakar pada ciri-ciri itu; b. lembaga-lembaga sosial, khususnya pemerintah,
menjadi akibat keharusan hukum tertentu yang tak terhindari; c. hukum-hukum
yang berlaku di suatu masyarakat diisyaratkan oleh pelbagai faktor iklim,
tanah, agama, dan lain-lain.
Atas dasar pengaruh pemikiran tersebut,
maka sejak akhir abad ke-19 sosiologi mulai dikembangkan sebagai ilmu atau
sains yang sejajar dengan ilmu-ilmu positif atau empirik lainnya. Orang yang
mula-mula menyebut nama “Sosiologi” adalah Auguste Comte (1798-1857). Dahulu ia
sendiri memakai nama “Fisika Sosial” dengan maksud untuk menegaskan bahwa ilmu
masyarakat sebangsa dengan natural science. Walaupun dalam praktiknya dan
karangan-karangannya Comte masih bersifat spekulatif dan deduktif. Oleh karena
sifat yang demikian, ia ditentang oleh seorang sosiologi berkebangsaan Italia
Vilfredo Pareto (1848-1923). Karya Pareto sendiri memang bersifat
ilmiah-positif, tetapi untuk sebagian besar termasuk “Psikologi Sosial”. Banyak
sosiolog berpendapat bahwa sebetulnya Emile Dukheim (1857-1917) harus diberi
gelar “Bapak Sosiolog”, sedangkan Auguste Comte berstatus sebagai Godfathernya.
Maksudnya gagasan sosiologi sebagai ilmu positif berasal dari Comte, tetapi
penerapan gagasan itu lebih lanjut dilakukan oleh Durkheim. Untuk pertama kali
dalam bukunya yang berjudul “Bunuh diri” (Suicide), Durkheim memakai metode
penelitian dan analisis yang kuantitatif, dan peralatan konseptual yang disusun
ke dalam teori. Di samping itu, ia membentuk dan merintis juga sosiologi ilmiah
dengan memakai riset yang historis dan kualitatif. Ia menggali baik
masalah-masalah teori yang mendasari studi organisasi sosial manusia, maupun
masalah-masalah metodelogi. Fenomena yang dipelajari sosiologi adalah “fakta
sosial”. Kata “Fakta” berarti “kenyataan obyektif yang dapat diamati dan harus
diolah sama seperti “fakta alam”.
Durkheim membawa pandangannya ini dalam
buku The Rules of Sociology Method (1895). Selama hidupnya ia tidak menduga
bahwa di masa mendatang justru permasalahan metoda itu akan mengganggu dan
menyibukkan sosiologi. Apakah betul bahwa status fenomena sosial sama dengan
fenomena alam? Apakah perilaku sosial manusia dapat diterjemahkan ke dalam
bahasa matematika (angka-angka) seperti halnya dengan kejadian-kejadian alam?
Apa yang dilakukan Durkheim tersebut bermula sejak abad ke-19, di mana Auguste
Comte berpendapat bahwa ilmu pengetahuan mempunyai urutan-urutan tertentu
berdasarkan logika dan bahwa setiap penelitian dilakukan melalui tahapan
tertentu dan kemudian mencapai tahap akhir. Lebih lanjut, Comte juga
berpendapat bahwa penelitian terhadap masyarakat adalah suatu ilmu tentang masyarakat
yang berdiri sendiri.
August Comte adalah seorang bapak
sosiologi dunia yang menanamkan dasar-dasar sosiologi yang kuat. Beberapa buku
sosiologi telah ditulisnya, dan yang paling terkenal adalah Positive
Psychology. Dari beberapa buku yang telah ditulisnya berkaitan dengan pendekatan-pendekatan
untuk mempelajari masyarakat. Setengah abad kemudian, sosiologi berkembang
dengan cepat dalam abad 20, terutama di kawasan Perancis, Jerman, dan Amerika.
Sosiologi sangat berpengaruh setelah dikembangkan oleh beberapa ahli
diantaranya adalah, Karl Max (Jerman), Vil Fredo Pareto (Itali), Pitirin A.
Sorotin (Rusia), Laster F. Word (USA). Lester Frank Word (1841-1913) adalah
salah seorang pelopor sosiologi di Amerika Serikat yang dianggap sebagai
pencetus gagasan tentang lahirnya sosiologi pendidikan. Gagasan ini tersusun
dalam karyanya Applied Sociology (sosiologi terapan) yang khusus mempelajari
perubahan-perubahan masyarakat karena usaha manusia. Menurutnya, kekuatan
dinamis dalam gejala sosial adalah perasaan yang terdiri dari beberapa keinginan
dan beberapa kepentingan. Perasaan merupakan kekuatan individu karena
interaksi, kemudian berubah menjadi kekuatan sosial. Dari kekuatan sosial
tersebut mempunyai kekuatan untuk menggerakkan kecakapan-kecakapan manusia
dalam memenuhi kebutuhannya.
Gagasan Lester Frank Word tersebut
dikembangkan oleh John Dewey(1859-1852) sebagai ahli pendidikan dan sekaligus
pelopor sosiologi pendidikan. Dalam karya termasyhurnya yang berjudul Schol and
Society yang terbit pada tahun 1899, menekan sekolah sebagai institusi sosial.
Ia memandang bahwa hubungan antara lembaaga pendidikan dan masyarakat sangat
penting. Dewey meneliti tentang kehidupan anak-anak kota yang tampak acuh dan
buta terhadap produk yang dimanfaatkan setiap hari, seperti pakaian, gas,
peralatan rumah tangga, dan sebagainya, mereka hanya tinggal memakai tanpa tahu
bagaimana cara membuatnya. Kondisi yang seperti ini dapat diperbaiki melalui
dengan jembatan lembaga pendidikan.
Salah seorang tokoh penting dalam
khazanah perkembangan sosiologi pendidikan adalah Emile Durkheim (1858-1917)
terutama pandangannya terhadap pendidikan sebagai suatu social thing (ikhtisar
sosial). Atas dasar pandangan ini beliau mengatakan bahwa “pendidikan itu
bukanlah hanya satu bentuk, baik dalam artian ideal maupun aktualnya, tetapi
bermacam-macam. Keragaman bentuk dimaksud sebenarnya mengikuti banyaknya
perbedaan lingkungan di masyarakat sendiri”. Dalam perkembangan selanjutnya,
Menheim sebagai sosiolog yang memasuki dan menekuni dunia pendidikan, memandang
bahwa pendidikan adalah sebagai salah satu elemen dinamis dalam sosiologi. Ia
nyatakan dalam statemennya yang menyebutkan bahwa “ahli sosiologi tidak
memandang pendidikan semata-mata sebagai alat merealisasikan cita-cita abstrak
suatu kebudayaan atau sebagai alat transfer keahlian teknis, akan tetapi
sebagai suatu bagian dalam proses mempengaruhi manusia”. Terlebih lagi jika
pendidikan dihadapkan kepada kecenderungan perkembangan masyarakat yang sangat
beragam sesuai dengan tahap pertumbuhannya.
Seperti dinyatakan Max Weber (1864-1920)
bahwa pendidikan pada masyarakat dan tahap atau sebagai alat transfer keahlian
teknis, akan tetapi sebagai suatu bagian dalam proses mempengaruhi manusia”.
Terlebih lagi jika pendidikan dihadapkan kepada kecenderungan perkembangan
masyarakat yang sangat beragam sesuai dengan tahap pertumbuhannya. Seperti
dinyatakan Max Weber (1864-1920) bahwa pendidikan pada masyarakat dan tahap
perkembangannya sangat beragam. Keadaan dan peran pendidikan pada masyarakat
praindustri jauh berbeda dengan masyarakat modern dewasa ini. Bila pendidikan
pada masyarakat praindustri menempatkan orang pada status sosial tertentu,
pendidikan pada masyarakat maju justru merupakan alat untuk mobilitas sosial
vertikal. Menurut Menheim penggunaan pendekatan sosiologis terhadap
permasalahan-permasalahan pendidikan, tidak saja dapat membawa nilai positif di
dalam perumusan tujuan pendidikan, akan tetapi dapat pula membantu pada
pengembangan konten dan metodologi. Dalam perkembangan selanjudnya, mulai tahun
1938-1947 sosiologi pendidikan mengalami kemandegan. Faktor penyebabnya adalah
sosiologi pendidikan yang digantikan oleh kuliah-kuliah dalam sosiologi. Dengan
alasan bahwa bagi pendidikan guru lebih berguna bila diberi sosiologi dari pada
diberi kuliah khusus mengenai sosiologi pendidikan. Pada masa-masa stagnan ini,
yang dapat dilakukan hanya review of educational research pada tahun 1940.
Untuk membangkitkan kembali sosiologi
pendidikan, maka pada tahun 1943 sampai dengan 1945, Institut sosiologi di
London menyelenggarakan konferensi-konferensi tentang sosiologi dan pendidikan.
Berkat konferensi tersebut, pada tahun-tahun berikutnya muncul begitu banyak
buku pendidikan yang diwarnai sudut pandang sosiologi. Clarke menerbitkan buku
berjudul Freedom in the Educative Sociology pada tahun 1948. Kemudian pada
tahun 1950 WAC. Steward menulis artikel penting yang dimuat pada Sociological
Review, dengan judul Philosophy and Sociology in The Training of Teacher,
dimana artikel ini dijadikan dasar pertimbangan dalam menetapkan kurikulum pendidikan
guru.Dalam artikelnya, steward menggunakan istilah-istilah yang biasa digunakan
untuk sosiologi pendidikan, seperti sociological approach to education,
educational sociology, dan sociology of education.Pada tahun 1960 sosiologi
mendapat perhatian yang luar biasa. Para mahasiswa melimpah ruah, perekonomian
melaju naik, dan pembaharuan dapat diraih melalui proses politik yang ada. Pada
tahun 1965 partai buruh di Inggris mempercepat proses peralihan yang lamban ini
ke arah pendidikan yang lebih komprehensif dalam rangka untuk menghilangkan
ketidaksamaan kesempatan.
Sosiologi pendidikan dikuliahkan pertama
kali oleh Henry Suzzalo tahun 1910 di Teacher College, Universitas Columbia.
Tetapi baru tahun 1917 terbit texbook sosiologi pendidikan yang pertama kali
karya Walter R. Smith dengan judul “Introduction to Educational Sosiologi”.
Pada tahun 1916 di Universitas New York dan Columbia didirikan Jurusan
Sosiologi Pendidikan. Himpunan untuk studi sosiologi pendidikan dibentuk pada
konggres Himpunan Sosiologi Amerika dalam tahun 1923. sejak tahun itu
diterbitkan buku tahunan sosiologi pendidikan. Pada tahun 1928 terbitlah The
Journal of Educational Sosiology di bawah pimpinan E. George Payne. Majalah
Sosial Education mulai terbit dalam tahun 1936. sejak tahun 1940 dalam Review
of Educational Research dimuat pula artikel-artikel yang mempunyai hubungan
dengan sosiologi pendidikan. Selama 40 tahun perkembangan sosiologi pendidikan
berjalan lambat, tapi kokoh dan pasti. Semula hanya buku “Educational
Sosiology” yang menjadi “Sosiology of Education”. Kemudian sejumlah buku
sosiologi pendidikan yang ditulis bermunculan, seperti “An Introduction to
Education Sosiology”, “Foundation of Education Sosiology”, “Sosiology of
Teaching”, “The Teacher and Society”. Perkembangan sosiologi pendidikan di
Inggris, ketika diangkatnya Clarke sebagai Direktur Pendidikan Tinggi
Kependidikan di London. Dia sangat yakin bahwa konstribusi sosiologi kepada
pendidikan sangatlah besar. Dan kemdian ia menegaskan bahwa titik pijak sosiologi
supaya diaplikasikan dalam dunia pendidikan
Vembriarto menegaskan bahwa sosiologi
pendidikan sebagai salah satu cabang dari sosiologi khusus dapat diartikan
sebagai sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan
yang fundamental yang memusatkan perhatian pada penyelidikan daerah yang saling
dilingkupi antara sosiologi dengan ilmu pendidikan. Tugas dari sosiologi
pendidikan adalah melakukan penelitian dalam bidang pendidikan, terutama dalam
kaitan dengan struktur dan dinamika proses pendidikan. Pengertian struktur
adalah teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian,
dan interelasinya dengan tata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika adalah
proses sosio dan kultural, proses perkembangan kepribadian dalam hubungannya
dengan proses pendidikan. Menurut pendapat Drs. Ary H. Gunawan, bahwa sejarah
sosiologi pendidikan terdiri dari 4 fase, yaitu:
a. Fase pertama, dimana sosiologi
sebagai bagian dari pandangan tentang kehidupan bersama filsafat umum. Pada
fase ini sosiologi merupakan cabang filsafat, maka namanya adalah filsafat
sosial.
b. Dalam fase kedua ini, timbul
keinginan-keinginan untuk membangun susunan ilmu berdasarkan
pengalaman-pengalaman dan peristiwa-peristiwa nyata (empiris). Jadi pada fase
ini mulai adanya keinginan memisahkan diri antara filsafat dengan sosial.
c. Sosiologi pada fase ketiga ini,
merupakan fase awal dari sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang berdiri
sendiri. Orang mengatakan bahwa Comte adalah “bapak sosiologi”, karena ialah
yang pertama kali mempergunakan istilah sosiologi dalam pembahasan tentang
masyarakat. Sedangkan Saint Simon dianggap sebagai “perintis jalan” bagi
sosiologi. Ia bermaksud membentuk ilmu yang disebut “Psycho-Politique”. Dengan
ilmu tersebut Saint Simon dan juga Comte mengambil rumusan dari Turgot
(1726-1781) sebagai orang yang berjasa terhadap sosiologi, sehingga sosiologi
menjadi tumbuh sendiri.
d. Pada fase yang keempat ini, ciri
utamanya adalah keinginan untuk bersama-sama memberikan batas yang tegas
tentang obyek sosiologi, sekaligus memberikan pengertian-pengertian dan
metode-metode sosiologi yang khusus. Pelopor sosiologi yang otonom dalam
metodenya ini berada pada akhir abad 18 dan awal 19 antara lain adalah Fiche,
Novalis, Adam Muller, Hegel, dan lain-lain.
C. TUJUAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Dalam bab di atas kita telah
mengetahui sebab-sebab munculnya sosiologi pendidikan, tentunya bukan tanpa
tujuan. Adapun konsep tujuan dari sosiologi pendidikan ialah sebagai berikut:
1.Sosiologi pendidikan Islam sebagai
proses sosialisasi Dalam hal ini sosiologi pendidikan Islam mengutamakan proses
bagaimana kelompok social masyarakat mempengaruhi kelakuan individu. Dengan
bermacamnya kultur dan struktur diharapkan dengan pendidikan Islam merupakan
wadah bagi individu dalam memperoleh pengalamannya.
2.Sosilogi pendidikan Islam sebagai
analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat. pada poin ini lebih
mengutamakan fungsi lembaga pendidikan Islam diadakan masyarakat dan hubungan
sekolah dengan masyarakat yang terdiri dari beberapa aspek. Apabila pendidikan
Islam tidak dapat menempatkan diri dalam masyarakat yang berbeda-beda kulturnya
maka manusia tidak sesuai cita-cita Islam yang mencerminkan hakikat Islam tidak
bisa terwujud.
3.Sosiologi pendidikan Islam sebagai
anilisis social di sekolah dan antara sekolah dan masyarakat. Diharapka
terjadinya hubungan antara orang-orang dalam sekolah dengan masyarakat
lingkungan sekolah. Peranan social tenaga sekolah dengan masyarakat sekitar
sekolah.
4.Sosiologi pendidikan Islam sebagai
alat kemajuan perkembagan social Pendidikan Islamn sebagai disiplin ilmu dapat
melestarikan dan memajuakan tradisi budaya moral yang Islami sehingga terwujud komunikasi
social dalam masyarakat dan membawa kebudayaan kepuncak yang setinggi-tingginya.
5.Sosiologi pendidikan Islam sebagai
dasar menentukan tujuan pendidikan Diharapakan
pendidikan Islam mampu mendasari jiwa generasi muda dengan iman dan takwa serta
berilmu pengetahuan sehingga dapat memotivasi daya kreativitasnya dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan yang sesuai al-Quran.
6.Sosiologi pendidikan Islam sebagai
sosiologi terapan Sosiologi pendidikan dianggap bukan ilmu yang murni akan
tetapi sebuah ilmu yang diterapakan untuk mengendalikan pendidikan antara sosiologi
dengan pendidikan Islam dipadukan dengan menerapkan prinsip-prinsip sosiologi
pada seluruh pendidikan.
7.Sosiologi pendidikan Islam sebagai
latihan bagi petugas pendidikan agar para pendidik memahani betul masyarakat
dan latar belakang social mengajarnya agar selara dan dapat menjawab sesuai
dengan tujuan pendidikan Islam. Prinsip-prinsip pendidikan islam sebagai
disiplin ilmu Sebagai disiplin ilmu,
pendidikan islam bertugas mengilmiahkan wawasan tentang kependidikan yang
terdapat dalam sumber-sumber pokok dengan bantuan dari penapat para
ulama/ilmuan muslim. Nilai-nilai ketuhanan berada di atas nilai-nilai
keilmiahan an ilmu pengetahuan. Agama islam bukan ilmu pengetahuan karena bukan
ciptaan budaya manusia. Agama islam adalah agama Tuhan yang diturunkan kepada
umat manusia melalui rasul-Nya untuk dijadikan pedoman hidup dan harus diyakini
kebenarannya. Ada tiga komponen yang harus dibaca dalam pendidikan islam,
yaitu;
1.Tujuan pendidikan islam harus
dirumuskan dan ditetapkan secara jelas dan sma bagi seluruh umat islam sehingga
bersifat universal.
2.Metode pendidikan islam yang kita
ciptakan harus efektif dalam proses pencapaian tujuan pendidikan itu sendiri.
3.Konsepsi al-Quran tentang ilmu
pengetahuan tidak membeda-bedakan antaran ilmu pengetahuan agama dan ilmu umum.
Kedua ilmu tersebut tidak dapat terpisahkan karena ilmu pengetahuan merupakan
manifestasi dari ilmu pengetahuan yang satuy yaitu ilmu pengetahuan Allah yang tercantum dalam
al-Quran. Tujuan pendidikan islam Pendidikan islam berhubungan erat dengan
agama islam itu sendiri, lengkap dengan akidah, syariah, dan system
kehidupannya. Keduanya ibarat dua jalur yang berjalan di atas jalur yang
seimbang, baik dari segi tujuan maupun rambu-rambunya yang disyariat bagi hamba
Allah yang membekali diri dengan takwa, ilmu, hidayah, serta akhlak untuk
menempuh perjalanan hidup. “berbekallah, karena sebaik-baik bekal adalah
takwa.(Q.s. al-Baqarah,2:197) Hubungan antara pendidikan islam dan agama islam
dapat digambarkan dalam pokok-pokok sebagai berikut:
a.Agama islam menyeru manusia agar beriman
dan bertakwa. Pendidikan islam berupaya menamkan ketakwaan itu dan
mengembangkan agar bertambah terus sejalan dengan pertambahan ilmu. Maka,
bertakwalah kamu kepada allah menurut kesanggupanmu. (Q.S. al-Taghabun, 64:16)
Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu.(Q.S. al- Baqarah, 2: 282)
b.Agama islam menekankan pentingnya
ilmu pengetahuan dan menyeru manusia agar berfikir tentang kerajaan Allah.
Sedangkan pendidikan islam dibangun di atas ilmu dan pengetahuan. Ya tuhan kami
utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan
kepada engkau ayat-ayat engkau, dan mengajarkan kepada mereka
al-Kitab(al-Quran) dan al- Hikmah (al-Sunah) serta mensucikan mereka.
Sesungguhnya engkaulah maha perkasa lagi maha bijaksana.(Q.S.al-Baqarah,
2:129)
c.Agama islam menetapkan amal shalih
bahwa iman selalu diwujudkan dengan amal salih tersebut. Hampir semua ayat yang
menyebut orang yang beriman selalu diikuti dengan amal salih. Dalam pendidikan
islam menekankan pentingnya belajar dengan jalan berbuat (learning by doing);
bukan sekedar menghafal teori dan pengetahuan yang tidak membimbing orang untuk
tidak melakukan perbuatan baik di berbagai lapangan hidup. ….dan sesunggunya
manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. (Q.S. al-Najm,
53:39). Islam harus bisa mencerminkan ilmu-ilmu sains yang dibutuhkan oleh
manusia karena antara religious dan ilmu sekuler tidak bias dipisah-pisahkan,
semuanya harus dipelajari oleh umat manusia.
Pola kajian pendidikan islam di
Indonesia. Kajian islam belum terorganisasi secara serius dan menyeluruh. Pola
kajian pendidikan islam jauh tertinggal dan jauh lebih sedikit jika
dibandingkan dengan ilmu kalam. Misalnya kajian ini langka dan dapat dikatakan
bahwa pemikiran kepandidikan islam juga tidak berkembang sesuai apa yang
diharapkan. Seiring perubahan pemikiran dan peradaban umat muslim kepada
pendidikan islam semakin banyak. Mereka mengharapkan system pendidikan islam
mampu membangun generasi muda ke arah masa depan yang lebih cerah.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
Konsep mengenai pengertian sosiologi
pendidikan Islam seperti dalam buku sosiologi pendidikan (Prof. Dr. S.
Nasution, M.A) kami menemukan sosiologi pendidikan yaitu ilmu yang berusaha
untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk memperoleh
perkembangan kepribadian individu yang lebih baik. Sosiologi pendidikan adalah
analisis ilmiah atau proses social dan pola-pola social yang terdapat dalam
system pendidikan. Sosiologi pendidikan Islam adalah spesialisasi dalam ilmu
sosiologi yang mengkaji sikap dan tingkah laku masyarakat yang terlibat dalam
sektor pendidikan Islam.
2. Banyaknya
ahli sepakat bahwa banyak faktor yang melatarbelakangi kelahiran sosiologi
adalah karena adanya krisis-krisis yang terjadi di dalam masyarakat. Misalnya,
Laeyendecker mengaitkan kelahiran sosiologi dengan serangkaian perubahan dan
krisis yang terjadi di Eropa Barat. Proses perubahan dan krisis yang
diidentifikasi Laeyendecker adalah tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15,
perubahan-perubahan di bidang sosial-politik, perubahan berkenaan dengan
reformasi Martin Luther, meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan
modern, berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, dan revolusi industri pada
abad ke-18, serta terjadinya Revolusi Perancis. Sosiologi acapkali disebut
sebagai “ilmu keranjang sampah” (dengan nada memuji), karena membahas ikhwal
atau masalah yang lebih banyak terfokus pada problem kemasyarakatan yang timbul
akibat krisis-krisis sosial yang terjadi.
3.
1.Sosiologi pendidikan Islam sebagai
proses sosialisasi Dalam hal ini sosiologi pendidikan Islam mengutamakan proses
bagaimana kelompok social masyarakat mempengaruhi kelakuan individu. Dengan
bermacamnya kultur dan struktur diharapkan dengan pendidikan Islam merupakan wadah
bagi individu dalam memperoleh pengalamannya.
2.Sosilogi pendidikan Islam sebagai analisis kedudukan
pendidikan dalam masyarakat. pada poin ini lebih mengutamakan fungsi lembaga
pendidikan Islam diadakan masyarakat dan hubungan sekolah dengan masyarakat
yang terdiri dari beberapa aspek. Apabila pendidikan Islam tidak dapat
menempatkan diri dalam masyarakat yang berbeda-beda kulturnya maka manusia
tidak sesuai cita-cita Islam yang mencerminkan hakikat Islam tidak bisa
terwujud.
3.Sosiologi pendidikan Islam sebagai anilisis social di
sekolah dan antara sekolah dan masyarakat. Diharapka terjadinya hubungan antara
orang-orang dalam sekolah dengan masyarakat lingkungan sekolah. Peranan social
tenaga sekolah dengan masyarakat sekitar sekolah.
4.Sosiologi pendidikan Islam sebagai alat kemajuan
perkembagan social Pendidikan Islamn sebagai disiplin ilmu dapat melestarikan
dan memajuakan tradisi budaya moral yang Islami sehingga terwujud komunikasi
social dalam masyarakat dan membawa kebudayaan kepuncak yang setinggi-tingginya.
5.Sosiologi pendidikan Islam sebagai dasar menentukan tujuan
pendidikan Diharapakan pendidikan Islam
mampu mendasari jiwa generasi muda dengan iman dan takwa serta berilmu
pengetahuan sehingga dapat memotivasi daya kreativitasnya dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan yang sesuai al-Quran.
6.Sosiologi pendidikan Islam sebagai sosiologi terapan
Sosiologi pendidikan dianggap bukan ilmu yang murni akan tetapi sebuah ilmu
yang diterapakan untuk mengendalikan pendidikan antara sosiologi dengan pendidikan
Islam dipadukan dengan menerapkan prinsip-prinsip sosiologi pada seluruh
pendidikan.
7.Sosiologi pendidikan Islam sebagai latihan bagi petugas
pendidikan agar para pendidik memahani betul masyarakat dan latar belakang
social mengajarnya agar selara dan dapat menjawab sesuai dengan tujuan
pendidikan Islam.
makasih infonya .. artikelnya sangat bermanfaat sekali
BalasHapussama2 sahabat....
BalasHapus